Andi Arief Sebut Ada Kelompok Setan Gundul di BPN, Ini Tanggapan Hidayat Nur Wahid
Hidayat Nur Wahid menolak bila koalisi Prabowo-Sandi disebut koalisi setan gundul.
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Syuro PKS Hidayat Nur Wahid angkat bicara mengenai cuitan politikus Demokrat Andi Arief yang mengatakan bahwa ada kelompok 'Setan Gundul' di kubu Prabowo-Sandi.
Kelompok tersebut menurut Andi Arief yang membisikkan bahwa Prabowo menang 62 persen.
Menurut Hidayat Nur Wahid mengenai 62 persen tersebut, publik sudah membacanya.
Bahkan dalam survei internal Partai demokrat, Prabowo-Sandi pun unggul 62 persen.
"Tapi tentang 62 persen itu juga publik sudah membaca, bahwa di internal demokrat survei mereka menyebutkan bahwa Prabowo menang dengan 62 persen. Nah bagaimana tuh? jadi justru publik mendapatkan bacaan berita yang sudah beberapa hari yang lalu bahwa survei internal Demokrat, Prabowo menang 62 persen. jadi apakah ini yang dimaksudkan oleh pak Andi Arief?" kata Hidayat Nur Wahid di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (6/5/2019).
Menurut Hidayat Nur Wahid mengenai setan Gundul seperti yang dimaksudkan Andi Arief sebaiknya ditanyakan langsung kepada orang yang bersangkutan.
Menurutnya apabila Andi Arief memiliki masalah di dalam partai koalisi, termasuk angka 62 persen kemenangan Prabowo-Sandi, sebaiknya diselesaikan di dalam.
"Sehingga kemudian ketika kita tampil ke publik itu yang dihadirkan sesuatu yang solutif dan tidak menambah polemik," katanya.
Hidayat Nur Wahid menolak bila koalisi Prabowo-Sandi disebut koalisi setan gundul.
Menurutnya koalisi adil dan makmur merupakan koalisi partai-partai yang bermartabat.
"Kami bukan koalisi setan gundul, bukan koalisi setan gondrong kami koalisi bermartabat para partai-partai politik yang legal di Indonesia dan sudah mempunyai pengalaman yang panjang dalam berpolitik di Indonesia dan salah satu terukur dari sisi ketaatan kepada hukum, konstitusi, kepada etika dan kami lakukan itu semuanya dan dinamikanya terus berjalan," katanya.
Isu arah koalisi Demokrat
Pertemuan Komandan Kogasma Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Kepresidenan, Kamis (2/5/2019) menjadi sorotan banyak pihak.
Isu Partai Demokrat akan menyebrang dari koalisi Adil Makmur Prabowo-Sandiaga ke Koalisi Indonesia Kerja Jokowi semakin berhembus kencang.
Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, mengatakan pertemuan tersebut jangan diartikan Partai Demokrat akan meninggalkan koalisi Adil Makmur.
"Pertemuan ini jangan diartikan bahwa seolah Demokrat meninggalkan koalisi Adil Makmur dan pindah ke koalisi Jokowi. Politik tidak seperti itu," kata Ferdinand Hutahaean kepada Tribunnews.com, Kamis (2/5/2019).
Anggota BPN Prabowo-Sandiaga tersebut mengatakan AHY bertemu atas undangan Jokowi secara pribadi.
Terlebih undangannya pun hanya silaturahmi.
Sehingga, menurut Ferdinand tidak elok kalau undangan silaturahmi ditolak hanya karena beda koalisi.
"Kita Partai Demokrat DNA politiknya adalah meletakkan kepentingan bangsa di atas semua kepentingan. Maka silaturahmi ini adalah silaturahmi untuk menyejukkan suasana politik," katanya.
Ia pun menegaskan bila Demokrat akan menyelesaikan kewajiban moral politiknya di koalisi Adil Makmur hingga selesai ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Apalagi menurutnya sampai saat ini belum tahu siapa yang akan ditetapkan KPU sebagai pemenang Pilpres 2019.

"Jika Prabowo yang ditetapkan oleh KPU, maka tentu Demokrat akan melanjutkan koalisinya dengan Prabowo memimpin negeri ini," ucapnya.
Namun, jika KPU menetapkan Jokowi sebagai pemenang, menurutnya Partai Demokrat mandiri dan bebas serta berdaulat menentukan sikap politiknya.
"Jadi sekali lagi, pertemuan ini adalah silaturahmi untuk kepentingan bangsa. Menyejukkan situasi politik saat ini yang saat ini cenderung semakin memanas," katanya.
Sementara itu, Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera melihat pertemuan AHY dengan Jokowi tidak lebih hanya sebagai silaturahmi antarelite politik.
"Silaturahim antara elite politik itu baik," ujar Mardani Ali Sera, Kamis (2/5/2019).
Apalagi, menurutnya, silaturahmi itu dilakukan antara AHY dan Jokowi yang berbeda posisi politiknya saat Pemilu Presiden (pilpres) lalu.
"Menyejukkan dan membuat rakyat bahagia. Tapi pendapat berbeda diperbolehkan," jelas Mardani Ali Sera.
Ia sepakat dengan pandangan AHY agar semua pihak menunggu keputusan KPU pada 22 Mei 2019 untuk menentukan siapa pemenang Pilpres 2019.
"Setuju menunggu KPU. Tapi KPU mesti betul-betul menjaga kepercayaan publik ini," ucapnya.
Politikus Gerindra, Ahmad Riza Patria, menyebut kemungkinan ada niat lain dari Presiden petahana Joko Widodo mengundang AHY ke Istana.
Apalagi saat ini proses rekapitulasi suara Pemilu 2019 masih berjalan.
"Kita memahami ini suasana politik, masih proses rekap tentu tidak dapat dipungkiri Pak Jokowi dan timnya ada maksud lain dalam rangka proses rekapitulasi," kata Riza di Gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat (3/5/2019).
Namun, pertemuan dua tokoh di kubu berseberangan itu tidak ditafsirkan Riza sebagai sesuatu yang bisa mengguncang kesolidan koalisi Adil Makmur.
Dia yakin AHY yang merepresentasikan Partai Demokrat akan tetap setia dan menjaga keutuhan koalisi bersama Partai Gerindra, PKS, PAN, Partai Demokrat dan Partai Berkarya.
"Kami yakin koalisi Adil Makmur, Gerindra, PKS, PAN, Demokrat dan Berkarya tetap solid, tetap kokoh mengawal C1 dan rekap," kata Riza.
Untuk menguatkan pernyataan soal kesolidan koalisi Adil Makmur, Ketua DPP Partai Gerindra ini menuturkan partai-partai yang tergabung di dalamnya masih tetap fokus mengawal formulir C1.
"Tadi malam juga kami rapat, kami solid dan kokoh mengawal C1, mengawal rekap," ujar dia.(*)