Pendopo Kota Bandung, Saksi Bisu Parijs Van Java dari Masa ke Masa

Di sekitarnya juga dibangun jalan kecil bertabur kerikil, berpagarkan bambu, serta di bagian sisi kiri juga kanannya disebut lulurung.

Penulis: Cipta Permana | Editor: Agung Yulianto Wibowo
Tribun Jabar/Cipta Permana
Pendopo Kota Bandung 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Cipta Permana

PENDOPO Kota Bandung adalah saksi bisu perkembangan Parijs Van Java dari masa ke masa.

Berdiri di atas lahan seluas 18.984 meter dengan bangunan utama 1.805,25 meter, bangunan bernuansa cat putih ini tampak masih kokoh di puseur dayeuh Bandung yang sudah "dikepung" berbagai gedung sentra bisnis dan hiruk pikuk aktivitas perekonomian.

Bangunan berusia ratusan tahun yang termasuk dalam kategori heritage atau cagar budaya tersebut dibangun pada 1811-1812.

Diprakarsai oleh bupati Bandung ke-6, Wiranatakusumah II atau Dalem Kaum yang bernama asli Raden Indrareja, lokasi Pendopo dibangun tepat menghadap ke arah Gunung Tangkubanparahu, simbol kepercayaan sejarah masyarakat Sunda.

Lokasi bangunan yang terpadu dengan masjid besar, pasar, dan alun-alun merupakan bentuk tata ruang tradisional yang umumnya ada di hampir seluruh pemerintahan di Pulau Jawa.

Menurut sejarah, Pendopo yang kini berfungsi sebagai rumah dinas atau kediaman dari wali kota Bandung dengan struktur bangunan megah, sebelumnya merupakan gedung pemerintahan pertama yang terbuat dari bangunan kayu beratapkan ilalang dan ijuk.

Di sekitarnya juga dibangun jalan kecil bertabur kerikil, berpagarkan bambu, serta di bagian sisi kiri juga kanannya disebut lulurung.

Pada 1850 di era pemerintahan Bupati RAA Wiranatakusumah IV, Pendopo direnovasi. Dinding kayu berganti tembok bata dan beratapkan genteng.

Selanjutnya pada tahun 1935, diarsiteki Ir Soekarno (Presiden RI pertama), dibangun juga tempat tinggal wali kota yang berada di belakang Pendopo.

Selain rumah tinggal, Pendopo karya Ir Soekarno itu juga menambahkan beberapa bangunan lainnya, seperti ruang tamu, ruang kerja, ruang gudang dalam, ruang tengah, kamar utama, dua kamar keluarga, ruang pertemuan atau rapat, ruang keluarga, serta ruang untuk keluarga bupati di bagian barat bangunan utama.

Pada awal tahun 1980-an dibangun pagar tembok yang cukup tinggi mengelilingi kompleks Pendopo dengan tujuan untuk meningkatkan keamanan.

Renovasi Pendopo pun kembali dilakukan pada 1993, di era kepemimpinan Wali Kota Bandung ke-22, Ateng Wahyudi.

Dia mengganti atap bangunan itu menjadi gaya tradisional Nusantara, dengan tiga atap yang tersusun menumpuk.

Sejak masa pemerintahanya juga, bangunan yang berada di Jalan Dalem Kaum Nomor 56, Kelurahan Balong Gede, Kecamatan Regol, itu resmi menjadi kediaman dinas dari wali kota Bandung hingga saat ini.

Menurut pantauan Tribun, begitu memasuki kompleks dari Pendopo Kota Bandung, hamparan rumput dan beraneka ragam tanaman hias tertata rapi di hampir sebagian besar kompleks.

Ada dua taman air berbentuk persegi di bagian paling depan setelah gerbang masuk yang terbuat dari pagar besi berlogo Pemkot Bandung.

Letak kedua taman ini tampak simetris lurus mengarah pada sebuah pohon besar jenis beringin atau masyarakat Sunda menyebutnya Ki Hujan berusia puluhan atau bahkan ratusan tahun.

Kediaman wali kota dan taman yang dilengkapi dengan kolam ikan, air mancur, dan air terjun ada di bagian belakang bangunan utama.

Tepat di samping pohon beringin, terdapat buah monumen lonceng berukuran besar yang simetris saling berhadapan, terbuat dari kuningan, terikat rantai, dan bertuliskan "Lonceng VOC" di bagian pilar beton temboknya.

Berdasarkan cerita, lonceng itu memiliki sejarah dan mistis. Misalnya, disebutkan lonceng berdentang sendiri jika akan ada bencana atau jangan dibunyikan jika tidak ingin terjadi bencana.

Cerita lainnya, pada zaman dahulu, lonceng dibunyikan untuk mengumpulkan orang di pendopo jika ada peristiwa besar atau pengumuman penting.

Kabar lainnya, menyebutkan lonceng akan dibunyikan bila akan adanya eksekusi mati di zaman Pemerintah Kolonial Belanda.

Namun, belum ada penjelasan resmi terkait sejarah dan fungsi lonceng di Pendopo tersebut.

Bagian menarik lainnya adalah gong besar yang terletak tepat di satu sudut bagian aula Pendopo.
Gong itu dinamakan Gong Integritas Bangsa. Sepintas, bentuknya mirip dengan Gong Perdamaian yang berada di Museum Konferensi Asia Afrika (KAA).

Gong Integritas Bangsa ini dibuat untuk memperingati satu abad Kebangkitan Nasional, hal itu disebabkan, terdapat sebuah tulisan pada lingkaran tengah gong tertulis "Gong Integritas Bangsa-Seabad Kebangkitan Nasional 1908-2008".

Tulisan itu melingkari simbol-simbol agama yang ada di Indonesia, Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Lingkaran luar gong kuning keemasan itu terdapat lambang provinsi di Indonesia.

Pada bagian atas penyangga gong berdiameter sekitar 2 meter tersebut terdapat tulisan bernada pesan "Bangkitkan Kembali Integritas Bangsa".  (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved