Sebelum Bandung Lautan Api, Cicadas hingga Tegallega Dibom, Tentara Indonesia Melawan Begitu Hebat
"Tjijadas ( Cicadas ) dengan hebat dibom dan ditembaki dengan muntahan peluru. Pemboman ini berjalan mengerikan".
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Tarsisius Sutomonaio
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG- Setengah abad yang lalu, 24 Maret 1946, dikenal sebagai peristiwa heroik bagi warga Bandung karena peristiwa Bandung Lautan Api.
Pembakaran Bandung yang dikenal peristiwa Bandung Lautan Api itu sebagai respons atas ultimatum pemerintah kolonial yang meminta warga bersenjata harus meninggalkan Bandung paling lambat pada pukul 00.00 pada 24 Maret 1946.
Banyak buku yang mengulas soal peristiwa Bandung Lautan Api, misalnya, buku Bandung Awal Revolusi, 1945-1946 karya John RW Smail.
Perpustakaan Sejarah TNI AD di Jalan Manado, menyimpan banyak koleksi buku yang mengulas soal peristiwa heroik itu. Salah satunya di buku berjudul Bandung Lautan Api, 1963. Buku itu dicetak pertama pada 1963.
Ada juga buku berjudul Palagan Bandung yang diterbitkan Dinas Pembinaan Mental TNI AD pada 1988. Kedua buku itu, selain mengulas seputar kejadian 24 Maret 1946, juga mengulas banyak kejadian di Bandung sebelum hari heroik itu.
Salah satunya, pertempuran di Jalan Lengkong Besar pada Desember 1945.
"Di daerah Lengkong, tepatnya di jalan pertigaan Lengkong Besar dan Cikawao, pasukan Inggris mendapat perlawanan hebat dari Tentara Republik Indonesia (TRI) dan para pejuang yang tergabung dalam badan perjuangan," mengutip buku Palagan Bandung.
• Begini Kisah Perjuangan AH Nasution dan Mochamad Toha dalam Bandung Lautan Api
• Para Pemuda Ini Peringati Bandung Lautan Api ke-73 Mengecat Makam Pejuang di TMP Cikutra [VIDEO]

Pada 14 Desember 1945, peristiwa mengerikan kembali terjadi. Dikutip dari buku Bandung Lautan Api,1963, dijelaskan pasukan Sekutu mengerahkan pesawat-pesawat terbangnya.
"Tjijadas dengan hebat dibom dan ditembaki dengan muntahan peluru. Pemboman ini berjalan mengerikan. Bom-bom dijatuhkan, meledak hebat sehingga menimbulkan lubang-lubang besar seperti sumur. Pasar Tjijadas, rumah-rumah di sepanjang Jalan Tjijadas musnah, semua seperti puing sadja dan rata dengan tanah. Rakjat panik dan banjak sekali jang terkena bom-bom itu."
Buku Palagan Bandung juga mengisahkan pemboman Cicadas itu. Hanya, tanggal yang ditulis berbeda, yakni 21 Desember 1945.
"Cicadas diserang dari darat dan udara. Pesawat menjatuhkan bom di berbagai tempat di sekitar Cicadas. Banyak rumah tinggal dan toko-toko rusak."
Penyerangan itu karena daerah Cicadas sebagai jalan lintas hubungan antara daerah Bandung utara dan selatan.
"Melalui Cicadas, TKR dan pemuda pejuang di Cihaurgeulis Sadangsaip dan sekitarnya mengadakan kerja sama dengan satuan di daerah Bandung Selatan."
Buku Palagan Bandung mencatat, kerugian akibat pembonan itu mencapai 335 rumah hancur, 50 rumah rusak. Korban jiwa mencapai 16 orang dan 60 orang warga keturunan meninggal. Kurang lebih 1.500 orang kehilangan tempat tinggal dan 8 ribu orang mengungsi.
Menurut buku Bandung Lautan Api, setelah pesawat membom Cicadas, tank turun bergerak mengobrak-abrik kawasan Cicadas.
Sekitar Maret 1946, sebelum terjadi pembumi hangusan Kota Bandung, kawasan Tegallega juga turut dibom karena Sekutu meyakini banyak pasukan TKR di wilayah itu.
Buku Bandung Lautan Api, 1963, menulis, korban jiwa mencapai 17 orang dan menderita luka sebanyak 18 orang.
• Bumi Hanguskan Hoaks Jadi Tema Peringatan Bandung Lautan Api Tahun Ini, Diperingati Tiga Hari
• Besok Ustaz Abdul Somad Ceramah di Stadion Bandung Lautan Api, Berikut Jadwalnya

"Wali Kota Bandung Syamsu Rizal melayangkan protes pada tentara sekutu terkait serangan itu yang mengakibatkan korban jiwa di masyarakat biasa."
Sekutu menjawab bahwa penembakan dan pemboman itu dilakukan sebagai represaille atau pembalasan Sekutu - Inggris karena malam sebelum pemboman, dari arah Bandung selatan, dilepaskan tembakan mortir ke arah utara sehingga banyak wanita dan anak-anak jadi korban.
"Ini dimaksudkan sebagai peringatan bagi TRI supaya tidak lagi melepaskan mortir-mortirnya."
Pertumpahan darah jelang peristiwa Bandung Lautan Api juga terjadi di Jalan Fokker atau Jalan Garuda saat ini.
"Di Jalan Fokker, berkobar pertempuran sengit selama beberapa hari, 20 sampai 22 Maret 1946. Menurut informasi yang diperoleh pasukan pejuang, tentara Sekutu dari Jakarta akan datang dari arah barat kota melewati Jalan Fokker. Para pejuang menyiapkan hadangan, dipimpin Komandan Resimen VIII Omon Abdulrahman,"
Hingga akhirnya, peristiwa Bandung Lautan Api pun terjadi pada 24 Maret 1946. Perdana Menteri Syahrir mengikuti ultimatum pemerintah kolonial yang meminta warga Bandung khususnya pasukan bersenjata meninggalkan Bandung selatan paling lambat 24 Maret 1946 pukul 24.00.
• Kisah Veteran Maruli Silitonga, Saksi Hidup Perjuangan Kemerdekaan dan Bandung Lautan Api
• VIDEO: Serunya Teatrikal Peristiwa Bandung Lautan Api di Balai Kota Bandung
Buku Bandung Awal Revolusi, 1945-1946 (Bandung In The Early Revolution, 1945-1946, NY Cornell Modern Indonesia Project, Southeast Asia Programme, 1964), karya John RW Smail menulis, keputusan soal membumi hanguskan Bandung dibuat oleh Sutoko, Kepala Seksi Militer MP3 dan Omon Abdurahman, Komanan Resimen ke-8 Kota pada siang hari, 24 Maret 1946. Belakangan, Nasution sebagai pejabat militer yang berwenang, belakangan turut menyetujuinya.
"Perintah disampaikan lewat unit militer MP3 kepada para pemuda yang siap beraksi. Dinamit disalurkan dan tanggung jawab dibagi. Dan pada malam harinya, rencana menghancurkan kota telah siap dijalankan," tulis John.
Pada 24 Maret 1946 pukul 14.30, Wali Kota Bandung memberitahu masyarakat lewat siaran radio mengenai keputusan pemerintah pusat dan mengumumkan pemerintahan kota akan tetap bertahan di Bandung.
Sekitar pukul 16.00, pesan diterma dari Komandan Divisi Ketiga bahwa pemerintahan kota (juga) harus meninggalkan Bandung sebelum pukul 20.00 karena seluruh kota akan dibakar dan dihancurkan.
Kabar itu telah tersebar di seluruh kota pada petang harinya dan setelah hujan lebat reda menjadi gerimis sekitar pukul 19.00, penduduk yang masih tinggal di kota mulai bergerak ke luar kota di sepanjang tiga jalan utama ke arah barat daya, selatan dan tenggarara.
Eksodus pengungsi pun tak terelakan setelah pengumuman tersebut menyebar.
"Di belakang para pengungsi, suara ledakan dinamit terdengar dari waktu ke waktu dan api yang disulut para pemuda menyebar ke seluruh sisi kota sebelah selatan rel kereta api. Suasana malam hari dalam kondisi revolusi menyebabkan api terlihat lebih menakutkan daripada sebenarnya. Bandung seolah menjadi lautan api dan gambaran melekat kuat dalam benak mereka yang berada di dalam kota pada 24 Maret 1946," ujarnya.