Kasus Proyek Meikarta

Mantan Calon Wali Kota Surabaya Ungkap Peran Billy Sindoro dalam Kasus Proyek Meikarta

Hingga‎ akhirnya, ia bertemu dengan Billy Sindoro. Salah satunya, di Hotel Axia, Cikarang.

Penulis: Mega Nugraha | Editor: Ravianto
(TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)
Delapan orang saksi memenuhi panggilan jaksa KPK dalam sidang lanjutan kasus suap perizinan proyek Meikarta dengan terdakwa Billy Sindoro, Henry Jasmen, Fitradjaja Purnama dan Taryudi, di Pengailan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (30/1/2019). Sementara satu saksi lainnya yang dipanggil jaksa KPK yakni petinggi Lippo Group James Riady tidak memenuhi panggilan. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Peran terdakwa Billy Sindoro dalam kasus suap perizinan proyek Meikarta mulai tergambar jelas seiring dengan kesaksian terdakwa Fitradjaja Purnama di pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (13/2) malam.

Fitradjaja dan terdakwa Taryudi bersaksi untuk terdakwa Billy Sindoro dan Henry Jasmen. Fitradjaja mengaku diajak Henry Jasmen untuk mengurusi pekerjaan, belakangan diketahui mengurusi perizinan Meikarta.

"Saya dikenalkan Henry Jasmen ke pak Billy, waktu itu disebutnya petinggi Lippo Group. Perkenalannya waktu 2017," ujar Fitradjaja.

Hingga‎ akhirnya, ia bertemu dengan Billy Sindoro. Salah satunya, di Hotel Axia, Cikarang.

Pada pertemuan itu, Fitradjaja menjelaskan soal teknis proses perizinan, terutama soal pengurusan rekomendasi dengan catatan (RDC) Pemprov Jabar terkait proyek Meikarta.

"Saat itu pak Billy mengenakan diri sebagai owner representatif Lippo Group. Dia bilang, mas tolong dikawal ya," kata mantan calon walikota pada Pilkada Kota Surabaya 2013 dari jalur perseorangan itu.

Jaksa KPK di sidang itu menampilkan bukti pesan whats app (WA) antara Billy Sindoro dengan Fitradjaja serta Fitradjaja dengan Henry Jasmen‎.

Pada pertemuan selanjutnya, Fitradjaja ‎mengatakan ia diminta bantuan oleh Billy Sindoro untuk mengurus perizinan dengan tinggal intens di Jakarta.

"‎Pak Billy minta bantuan saya untuk minta pengurusan izin Meikarta, karena Meikarta sudah punya IPPT, master plan, IMB dan lainnya namun belum ada izin lainnya. Pak Billy meminta saya untuk 80 persen tinggal di Jakarta dengan fee SGD 1000 SGD per hari," ujar Fitradjaja.

Ia juga menyebut kode "Santa" adalah sebutan untuk Billy Sindoro.

Sepanjang pertengahan 2017, Fitradjaja, Henry Jasmen intens berkomunikasi dengan Billy Sindoro terkait progres perizinan Meikarta.

Fitra mengurus semua perizinan d‎i Dinas PUPR, BPMPTSP, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pemadam Kebakaran dan Dinas Perhubungan.

Hanya saja, setiap ia datang menemui pejabat di dinas-dinas tersebut, kebanyakan selalu meminta uang untuk mengurus perizinan. Ia melaporkan kondisi itu ke Billy Sindoro.

"Saya lapor pak Billy, ada dinas yang minta uang dan ada yang tidak. Pak Billy bertanya untuk dinas ‎yang tidak minta uang dikasih berapa, saya bilang tidak tahu. Pak Billy menjawab, nanti bikin bobot saja. Lalu saya bikin indeks bobot pekerjaan dinas-nya yang paling berat hingga paling ringan dari 4 hingga 1," ujar Fitradjaja.

Bobot indeks nilai 4 yakni Dinas PUPR dan BPMPTSP, 3 Dinas Lingkungan Hidup, 2 Dinas Perhubungan dan Damkar serta 1 Dinas Permukiman.

"Semua indeks itu jadi dasar untuk pemberian uang. Tapi saya tidak tahu teknis penyiapan uang tersebut,‎" ujar Fitradjaja.

Fitra juga memastikan soal ‎pemberian uang sebesar 90 ribu SGD ke Yani Firman, Kepala Seksi di Dinas Bina Marga Pemprov Jabar dilatarbelakangi permintaan Yani Firman sendiri.

"Pak Yani yang minta. Itu terkait pengurusan rekomendasi dengan catatan (RDC)," ujarnya.

Saat pengurusan RDC Pemprov Jabar, prosesnya diurus di Pemkab Bekasi.

Namun saat proses di Bekasi selesai, RDC itu tak kunjung ia terima.

"Saat itu, semua kelengkapa‎n ‎terkait RDC sudah lengkap. Tapi kok belum keluar juga. Saya minta (terdakwa) Taryudi untuk mengecek, ternyata berkasnya masih di Pak Yani Firman. Setelah itu, Pak Yani katanya minta bertemu," ujar Fitradjaja.

Kemudian, ia akhirnya menemui Yani Firman dan membahas RDC. Ia menemui Yani Firman bersama Henry Jasmen dan Taryudi.

"Saya ke Bandung bersama pak Henry Jasmen, Pak Yani bilang perlu untuk teman-teman staf, pak Yani bilang, mungkin 500 (juta) cukup atau enggak," ujar Fitradjaja. Akhirnya, uang diberikan ke pak Yani, uangnya dari pak ‎Henry. Nilainya saya enggak tahu, tapi pecahan dolar Singapura," kata Fitradjaja.

Pada persidangan 28 Januari, Yani Firman tidak mengakui dirinya meminta uang pada Fitradjaja, Henry Jasmen atau Taryudi.

‎"Tidak ada yang menjanjikan pemberian uang. Tapi memang saya terima SGD 90 ribu dari pak Fitradjaja. Pak Fitra sempat meminta saya untuk membagikan uang itu tapi saya tidak tahu harus membagikan ke siapa," ujar Yani Firman.

Ia menegaskan tidak pernah menawarkan atau menjanjikan uang setiap kali mengurus perizinan. Ia juga tidak pernah tahu soal uang itu berasal.

Namun, setiap permintaan uang selalu dilaporkan ke Billy Sindoro dan Henry Jasmen.

"Yang ada, saya sering diminta terus-terusan sama bu Neneng Rahmi dan Jamaludin dari Dinas PUPR. Kalau soal uang saya tidak tahu bagaimana menyiapkannya, karena itu biasanya dari pak Henry Jasmen," kata Yani Firman lagi.

Adapun terkait pengurusan IPPT dengan uang suap Rp 10 miliar ke Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Fitra tidak mengetahuinya.

"Karena untuk IPPT sudah diurus sama pak Edy Dwi Soesianto dan pak Satriyadi dari PT Lippo Cikarang," katanya.

Sedangkan Taryudi, mengatakan awalnya bergabung dengan Fitradjaja dan Henry Jasmen pada September 2017.

Salah satu tugasnya, ia mencari informasi terkait Yani Firman, kemudian melaporkannya ke Fitradjaja.

"Penyerahan uang 90 ribu SGD saya tahu, ada di situ," ujar Taryudi.

Kemudian, ia juga terlibat menyerahkan uang untuk Neneng Rahmi dari Dinas PUPR pada 13 April 2017.

"Pak Henry memberi saya amplop putih, isinya apa saya tidak tahu. ‎Saya hanya memberikan saja ke orang yang dimaksud sesuai yang diperintahkan," kata Taryudi. ‎

Secara umum, Taryudi bersaksi soal peran dia yang diperintah Henry Jasmen untuk menyerahkan uang.

Sidang kali ini terbilang tidak biasa karena digelar hingga malam hari. Kemarin, pukul 21.00, sidang masih berlangsung.

‎Sidang kali ini mengejar target pada 4 Maret, majelis hakim yang menangani kasus ini akan membacakan vonis. Pasalnya, masa penahanan untuk empat terdakwa berakhir pada 11 Maret.

Sepanjang siang kemarin, sidang mendengarkan pendapat saksi ahli hukum pidana Dian Hendriawan, I Gede Panca Astawa dan Jisman Samosir.

Saksi ahli Dian dan dan Panca Astawa dihadirkan tim pengacara terdakwa Billy Sindoro dan dan Henry Jasmen. Keduanya meringankan kedua terdakwa.

Saksi Dian misalnya, menyebut bahwa peran Billy sebenarnya adalah sebagai orang yang turut serta melakukan, bukan menyuruh melakukan. Sedangkan menurut pengacara Billy Sindoro, Ervin Lubis, sepanjang persidangan, saksi tidak menyebut ekplisit peran Billy.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved