Kehadiran Perpres 82 Tahun 2018, Bayi Baru Lahir dan Kades Wajib Menjadi Peserta JKN-KIS

Perpres tersebut mewajibkan bayi yang baru lahir didaftarkan menjadi peserta JKN-KIS dan wajib didaftarkan ke BPJS Kesehatan

Tribun Jabar/ Hilman Kamaludin
Kepala BPJS Kesehatan Cimahi saat menjelaskan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin

TRIBUNJABAR.ID, CIMAHI - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 dinilai bisa memberikan dampak yang baik untuk penerapan Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Pasalnya kehadiran Perpres ini menyempurnakan aturan sebelumnya yang selama ini masih diterbitkan masing-masing instansi sekaligus menggantikan Perpres Nomor 12, 16, 28, dan 111 Tahun 2013.


Kepala BPJS Kesehatan Cabang Cimahi, Yudha Indrajaya, mengatakan, Perpres nomor 82 tersebut menjabarkan beberapa penyesuaian aturan di sejumlah aspek dan sangat perlu diketahui oleh masyarakat .

"Hal yang perlu diketahui masyarakat dalam Perpres ini diantaranya pendaftaran bayi baru lahir, status kepesertaan bagi perangkat desa, peserta yang ke luar negeri, aturan suami istri sama-sama bekerja, tunggakan iuran, denda layanan, aturan JKN-JIS terkait PHK," ujarnya di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Cimahi, Rabu (19/12/2018).

Sedang Bangun Perumahan Bersubsidi, Pekerja Justru Temukan 45 Jenazah Korban Tsunami Aceh

Perpres tersebut, lanjutnya, mewajibkan bayi yang baru lahir didaftarkan menjadi peserta JKN-KIS dan wajib didaftarkan ke BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan.

"Aturan ini mulai berlaku 3 bulan sejak Perpres tersebut disahkan, sehingga jika sudah didaftarkan dan iurannya sudah dibayarkan, maka bayi tersebut berhak memperoleh jaminan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur yang berlaku," katanya.

Selain itu, kata dia, kebijakan dalam Perpres ini juga memberi ketegasan mengenai denda bagi peserta JKN-KIS yang menunggak.

Bahkan, status kepesertaan seseorang akan dinonaktifkan jika dia tidak melakukan pembayaran iuran bulan berjalan sampai dengan akhir bulan, apalagi bila menunggak lebih dari satu bulan.

"Namun, statusnya akan diaktifkan kembali jika yang bersangkutan sudah membayar iuran bulan tertunggak paling banyak untuk 24 bulan," ujarnya.

Ia mengatakan, ketentuan ini berlaku mulai 18 Desember 2018, dimana denda pelayanan diterapkan untuk mendidik masyarakat agar patuh terhadap program tersebut.

Sama halnya dengan kepala desa dan perangkatnya yang masuk dalam kelompok peserta JKN-KIS segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) yang ditanggung pemerintah.

Warga Bandung yang Mau Perpanjang SIM, Datangi Saja Layanana SIM Keliling Polres Bandung di Sini

"Perhitungan iurannya sama dengan perhitungan iuran bagi PPU tanggungan pemerintah lainnya, yaitu 2 persen dipotong dari penghasilan peserta yang bersangkutan dan 3 persen dibayarkan oleh pemerintah," kata Indra.

Namun, ketika kepala desa tersebut tidak lagi menjabat maka tanggungan dari pemerintahnya dihentikan dan kepesertaannya menjadi mandiri.

Sementara status peserta yang ke luar negeri seperti menjadi TKI yang tinggal di luar negeri selama 6 bulan berturut-turut, dapat menghentikan kepesertannya sementara.

"Selama masa penghentian itu, dia tidak mendapat manfaat jaminan BPJS Kesehatan. Jika kembali ke Indonesia dia wajib melapor ke BPJS Kesehatan dan membayar iuran paling lambat 1 bulan sejak kembali," katanya.

Aturan baru ini, ucapnya, diharapkan bisa lebih menggenjot lagi kepesertaan JKN-KIS di Kota Cimahi yang saat ini baru 89 persen dan di Kabupaten Bandung Barat mencapao 74 persen.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved