Pertahankan Tradisi Nenek Moyang, Gerabah di Desa Sitiwinangun Kini Dibuat Lengkap dan Menarik
perajin gerabah di Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, menyelesaikan pesanan demi pesanan.
Penulis: Siti Masithoh | Editor: Ichsan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Siti Masithoh
TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Setiap harinya, dari pagi hingga sore, Sartini (40), seorang perajin gerabah di Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, menyelesaikan pesanan demi pesanan.
Dalam sehari, dia mampu menyelesaikan sekitar tujuh gerabah. Ukurannya bervariasi, mulai dari ukuran kecil hingga besar.
Gerabah berukuran dengan diameter sekitar 30 sentimeter, dia banderol Rp 20 ribu.
Profesi yang sudah digelutinya secara turun temurun itu dianggap sudah melekat dalam kesehariannya.
Bahkan, Sartini sudah bisa menjual gerabah sejak sebelum dirinya menikah, kira-kira 15 tahun yang lalu.
"Kesulitan pasti ada teegantung modelnya juga. Kalau pembeli kadang ramai kadang sepi," katanya saat ditemui di rumahnya, Minggu (2/12/2018).
Ibu dari tiga anak itu mengaku mendapatkan perhatian dari pemerintah desa dalam pemasaran.
Ada pembeli yang datang langsung kepadanya, ada juga gerabah yang dijual melalui pemerintah desa.
• Terinspirasi dari Film Bohemian Rhapsody, Pelukis Irnal Sugama Gelar Pameran Tunggal
Semakin berkurangnya perajin dari tahun ke tahun, pemerintah desa setempat berinisiatif menjual gerabah para perjain melalui badan usaha milik desa (Bumdes).
Di sana, ada koperasi gerabah yang bisa dikunjungi oleh para pembeli, mulai dari alat rumah tangga hingga souvenir berupa gantungan kunci.
Harganya dibanderol mural dari Rp 4 ribu hingga Rp 50 ribu.
Bawa Uang Gepokan Rp 324 Juta, Hotman Paris dan Istrinya Ditangkap Polisi Karena Dikira Teroris https://t.co/0bqLqV7FF3 via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) December 2, 2018
Gerabah di Desa Sitiwinangun dibuat dari tanah lempung yang berasal dari sawah. Para perajin biasa membeli tanah tersebut dari luar desa.
Pembuatan gerabah sendiri dimulai dari tanah lempung yang diinjak-injak oleh perajin. Tujuannya, agar tanah tersebut benar-benar halus dan menyatu.
Jika dihaluskan memakai mesin, hasilnya tidak akan sehalus yang diinjak oleh kaki.
Setelah itu, sebelum dicetak, tanah tersebut akan diremas-remas untuk memisahkan tanah dari batu-batu yang tersisa.
Setelah di remas-remas dan dirasa sudah cukup menyatu, barulah tanah tersebut dibuat di atas papan yang terbuat dari kayu.
Alat tersebut biasa disebut perbot. Bentuknya bulat dan akan diputar menggunakan kaki.
Tanah yanng sudah diremas tadi akan dibentuk pola di atas perbot.
Setelah jadi sesuai bentuk gerabah yang diinginkan, gerabah akan dijemur hingga kering.
Namun, dalam meningkatkan daya saingnya, sebagian perajin ada yang membakar gerabah untuk menyelesaikan proses pengeringan.
Jika dibakar di tempat terbuka, membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Jika dibakar menggunakan oven, membutuhkan waktu satu hingga tiga jam.
Obat Penurun Kolesterol Paling Ampuh, Tepat Digunakan Setelah Menyantap Makanan Bersantan https://t.co/KtyIZxCgXU via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) December 2, 2018
"Kalau dibakar di tempat terbuka, membutuhkan ketelitian tinggi, makannya ada yang memakai oven. Tapi masih sederhana, masih menggunakan kayu bakar," ujar Kadus Desa Sitiwinangun, Kadmiya, kepada Tribun Jabar.
Selain pembakaran yang mulai menggunakan teknik oven, perajin gerabah di Sitiwinangun mulai membuat gerabah lebih variatif.
Untuk jenis souvenir, biasanya para perajin menambahkan cat pewarna sebagai pemanis.
Pemerintah desa berharap, mendapat perhatian dari Pemkab Cirebon dan Pemprov Jabar, untuk meningkatkan gerabah tersebut.
Pasalnya, selain sebagai penghasilan warga, gerabah tersebut merupakan tradisi warisan nenek moyangnya yang harus dilestraikan.