Kisah Pria yang Lolos dari Kejaran Petrus Orde Baru, Lihat Karung Berisi Preman, Dibuang Lalu

Menurut pengakuan Bathi, karung-karung itu diturunkan bergantian lalu ditembak dan digelundungkan ke hutan.

Penulis: Indan Kurnia Efendi | Editor: Tarsisius Sutomonaio
paranoiasnfm.wordpress.com
ilustrasi 

TRIBUNJABAR.ID - Dari sekian banyak cerita mengenai rezim Orde Baru, penembakan misterius alias petrus adalah salah satu yang paling tidak bisa dilupakan.

Orang-orang yang dianggap meresahkan ketertiban dan keamanan masyarakat ditangkap lalu ditembak.

Banyak juga dari mereka mendadak hilang dan tak diketahui keberadaannya hingga sekarang.

Lalu siapa pelaku petrus itu? Semula tidak ada yang tahu. Untuk itulah dinamakan penembakan misterius.

Jadwal Persipura Jayapura vs Persib Bandung - Jangan Sampai Terlewat, Catat Waktunya

Desas-desus dalang di balik operasi ini yang tidak lain adalah pemerintah Soeharto ini pun merebak.

Semula pemerintah membantah bahwa mereka terlibat dalam petrus.

Benny Moerdani yang saat itu menjabat Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) menggantikan Soedomo mengatakan bahwa penembakan yang terjadi karena perkelahian antar-geng.

"Sejauh ini belum pernah ada perintah tembak di tempat bagi penjahat yang ditangkap," kata Benny, seperti dikutip dari buku Benny Moerdani Yang Belum Terungkap.

Namun, belakangan, Soeharto mengakui bahwa ada campur tangan pemerintah di balik petrus.

Dalam otobiografinya, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, Soeharto mengungkapkan bahwa petrus bertujuan untuk memberi efek jera pada pejahat.

"Ya, harus dengan kekerasan. Tapi kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan, dor! dor! begitu saja. Bukan! Tetapi yang melawan, ya, mau tidak mau harus ditembak," kata penguasa Orde Baru itu.

Adanya 'pembersihan' para penjahat ini tidak lepas dari operasi penanggulangan kejahatan di Jakarta.

5 Berita Terpopuler Aksi Bandung Melawan - Ribuan Bobotoh Turun ke Jalan Tuntut 5 Hal ini ke PSSI

Pada 1982, Soeharto memberi penghargaan kepada Kapolda Metro Jaya, Mayjen Pol Anton Soedjarwo atas keberhasilannya membongkar perampokan yang meresahkan masyarakat.

Di tahun yang sama saat Rapim ABRI, Soeharto meminta polisi dan ABRI mengambil langkah pemberantasan yang efektif menekan angka kriminalitas. Ungkapan yang sama kembali diutarakan Soeharto dalam pidatonya pada 16 Agustus 1982.

Permintaan presiden kedua Indonesia itu lantas disambut oleh Soedomo yang saat itu menjadi Panglima Kopkamtib.

Soedomo lalu mengadakan pertemuan dengan polisi dan tentara. Berbagai operasi kemananan pun dilaksanakan di beberapa daerah di Indonesia.

Kepala Kepolisian RI saat itu, Awaloedin Djamin menjelaskan bahwa, Opersi Sikat, Linggis, Pukat, Rajawali, Cerah dan Parkit di wilayah Indonesia berhasil menangkap 1.946 penjahat hingga September 1982.

Di masa Orde Baru, para preman atau residivis yang melakukan berbagai kejahatan, biasa disebut gali (gabungan anak liar).

Salah satu gali yang berhasil selamat dari petrus adalah Bathi Mulyono atau BM.

Saat itu, Bathi masih berusia 35 tahun dan 35 tahun berkedudukan sebagai ketua Fajar Menyingsing - sebuah organisasi himpunan mantan narapidana se-Jawa Tengah dan Yogyakarta yang dibentuk pada 1983 dengan jumlah anggota 6000 orang.

Menurut Bathi, saat operasi petrus meletus, dari 1983 hingga 1985, setidaknya 900 kawannya meninggal mengenaskan.

Sandiaga Singgung Harga Kebutuhan Hidup, Irma Suryani: Jangan Buru-buru Beri Pernyataan, Salah

"Ada yang ditemukan 12 peluru di tubuhnya, ada pula yang tewas karena ditembak mulutnya, mayatnya ada yang dibuang di jalan dan kebanyakan diletakkan di depan rumah korban masing-masing," ujarnya, seperti dikutip dari Tribun Jateng.

Dalam buku Benny Moerdani Yang Belum Terungkap disebutkan, rumah Bathi di Semarang pernah disatroni sekelompok orang pada awal 1983.

Istri Bathi yang saat itu sedang mengandung ditodong orang-orang bersenjata laras panjang tersebut.

Rumahnya pun digeledah tapi mereka tidak berhasil menemukan Bathi.

Setelah kejadian itu, Bathi bersembunyi di berbagai tempat.

Ia pergi ke Malaysia, Singapura, dan Brunei.

"Saya punya paspor lima dengan nama yang berbeda-beda," kata Bathi.

Ia juga sempat bersembunyi di Gunung Lawu selama satu setengah tahun.

Suatu hari, Bathi turun gunung ke Blora, kemudian ke Rembang.

Saat perjalanan ke Blora, hari mencegat apa saja kendaraan yang lewat. Kala itu, hari memang sudah malam.

Pikap pengangkut sayur pun berhenti. Ternyata di dalamnya ada beberapa orang bersenjata laras panjang dan karung-karung.

Ketika Bathi hendak menduduki salah satu karung, seorang dalam pikap itu melarang.

"Jangan diduduki karung itu, Mas. Itu kepala manusia," ujar orang tersebut.

Usut punya usut, ternyata karung itu berisi para gali yang akan dieksekusi.

Menurut pengakuan Bathi, karung-karung itu diturunkan bergantian lalu ditembak dan digelundungkan ke hutan.

Diketahui, sepanjang jalan dari Rembang ke Blora memang melewati hutan jati.

"Setelah 10 kilometer dari Rembang, jegar-jeger, dua kilometer, jegar-jeger lagi. Seingat saya, ada tujuh orang yang dieksekusi," ujar Bathi.

Berhubung mobil yang ditumpanginya tak menuju Blora, Bathi pun turun di tengah jalan, dekat sebuah warung.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved