Cerita Eks Preman yang Lolos dari Petrus, Lihat Karung Ditembaki dan Dibuang ke Hutan

Desas-desus dalang di balik operasi ini yang tidak lain adalah pemerintah Soeharto ini pun merebak.

Editor: Fidya Alifa Puspafirdausi
tribunmanado.co.id
ilustrasi pistol 

TRIBUNJABAR.ID - Dari banyaknya cerita tentang Orde Baru, penembakan misterius alias petrus adalah salah satu yang paling tidak bisa dilupakan.

Orang-orang yang dianggap meresahkan ketertiban dan keamanan masyarakat ditangkap lalu ditembak.

Banyak juga dari mereka mendadak hilang dan tak diketahui keberadaannya hingga sekarang.

Lalu siapa pelaku petrus itu? Semula tidak ada yang tahu. Untuk itulah dinamakan penembakan misterius.

Desas-desus dalang di balik operasi ini yang tidak lain adalah pemerintah Soeharto ini pun merebak.

Semula pemerintah membantah bahwa mereka terlibat dalam petrus.

Benny Moerdani yang saat itu menjabat Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) menggantikan Soedomo mengatakan bahwa penembakan yang terjadi karena perkelahian antar-geng.

"Sejauh ini belum pernah ada perintah tembak di tempat bagi penjahat yang ditangkap," kata Benny, seperti dikutip dari buku Benny Moerdani Yang Belum Terungkap.

Namun, belakangan, Soeharto mengakui bahwa ada campur tangan pemerintah di balik petrus.

Dalam otobiografinya, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, Soeharto mengungkapkan bahwa petrus bertujuan untuk memberi efek jera pada pejahat.

"Ya, harus dengan kekerasan. Tapi kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan, dor! dor! begitu saja. Bukan! Tetapi yang melawan, ya, mau tidak mau harus ditembak," ungkap penguasa Orde Baru itu.

 Bosan dengan Tema WhatsApp yang Itu-itu Saja? Ganti Pakai Cara Ini

Adanya 'pembersihan' para penjahat ini tidak lepas dari operasi penanggulangan kejahatan di Jakarta.

Pada 1982, Soeharto memberi penghargaan kepada Kapolda Metro Jaya, Mayjen Pol Anton Soedjarwo atas keberhasilannya membongkar perampokan yang meresahkan masyarakat.

Di tahun yang sama saat Rapim ABRI, Soeharto meminta polisi dan ABRI mengambil langkah pemberantasan yang efektif menekan angka kriminalitas. Ungkapan yang sama kembali diutarakan Soeharto dalam pidatonya pada 16 Agustus 1982.

Permintaan presiden kedua Indonesia itu lantas disambut oleh Soedomo yang saat itu menjadi Panglima Kopkamtib.

Soedomo lalu mengadakan pertemuan dengan polisi dan tentara. Berbagai operasi kemananan pun dilaksanakan di beberapa daerah di Indonesia.

Kepala Kepolisian RI saat itu, Awaloedin Djamin menjelaskan bahwa, Opersi Sikat, Linggis, Pukat, Rajawali, Cerah dan Parkit di wilayah Indonesia berhasil menangkap 1.946 penjahat hingga September 1982.

Di masa orde baru, para preman atau residivis yang melakukan berbagai kejahatan, biasa disebut gali (gabungan anak liar).

Salah satu gali yang berhasil selamat dari petrus adalah Bathi Mulyono atau BM.

 Ucapan Benny Moerdani yang Membuat Soeharto Marah

Saat itu, Bathi masih berusia 35 tahun dan 35 tahun berkedudukan sebagai ketua Fajar Menyingsing - sebuah organisasi himpunan mantan narapidana se-Jawa Tengah dan Yogyakarta yang dibentuk pada 1983 dengan jumlah anggota 6000 orang.

Bathi Mulyono adalah sekian korban selamat dari peristiwa penembakan misterius atau Petrus tahun 1980-an
Bathi Mulyono adalah sekian korban selamat dari peristiwa penembakan misterius atau Petrus tahun 1980-an (Tribun Jateng/Adi Prianggoro)

Menurut Bathi, saat operasi petrus meletus, dari 1983 hingga 1985, setidaknya 900 kawannya meninggal mengenaskan.

"Ada yang ditemukan 12 peluru di tubuhnya, ada pula yang tewas karena ditembak mulutnya, mayatnya ada yang dibuang di jalan dan kebanyakan diletakkan di depan rumah korban masing-masing," ujarnya, seperti dikutip dari Tribun Jateng.

Dalam buku Benny Moerdani Yang Belum Terungkap disebutkan, rumah Bathi di Semarang pernah disatroni sekelompok orang pada awal 1983.

Istri Bathi yang saat itu sedang mengandung ditodong orang-orang bersenjata laras panjang tersebut.

Rumahnya pun digeledah, tapi mereka tidak berhasil menemukan Bathi.

Setelah kejadian itu, Bathi bersembunyi di berbagai tempat.

Ia pergi ke Malaysia, Singapura, dan Brunei.

"Saya punya paspor lima dengan nama yang berbeda-beda," kata Bathi.

Ia juga sempat bersembunyi di Gunung Lawu selama satu setengah tahun.

Suatu hari, Bathi turun gunung ke Blora, kemudian ke Rembang.

Saat perjalanan ke Blora, ia mencegat apa saja kendaraan yang lewat. Kala itu, hari memang sudah malam.

Pikap pengangkut sayur pun berhenti. Ternyata di dalamnya ada beberapa orang bersenjata laras panjang dan karung-karung.

 Presiden Sukarno dan Presiden Soeharto Ternyata Juga Pernah Termakan Hoaks, Ini Ceritanya

Ketika Bathi hendak menduduki salah satu karung, seorang dalam pikap itu melarang.

"Jangan diduduki karung itu, Mas. Itu kepala manusia," ujar orang tersebut.

Usut punya usut, ternyata karung itu berisi para gali yang akan dieksekusi.

Menurut pengakuan Bathi, karung-karung itu diturunkan bergantian lalu ditembak dan digelundungkan ke hutan.

Diketahui, sepanjang jalan dari Rembang ke Blora memang melewati hutan jati.

"Setelah 10 kilometer dari Rembang, jegar-jeger, dua kilometer, jegar-jeger lagi. Seingat saya, ada tujuh orang yang dieksekusi," ujar Bathi.

Berhubung mobil yang ditumpanginya tak menuju Blora, Bathi pun turun di tengah jalan, dekat sebuah warung.

 Adanya Potensi Likuifaksi di Bandung, 10 Kecamatan ini Bisa Ambles

 Nasib Guru N yang Dilaporkan Doktrin Anti-Jokowi, Tak Kuat Ngajar, Badan Sakit, dan Pikiran Linglung

(Tribun Jabar/Indan Kurnia)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved