Menengok Keindahan Pemakaman Ereveld Leuwigajah di Cimahi yang Jauh dari Kesan Angker
Deretan nama-nama khas orang Belanda, tertulis pada nisan berbentuk salib berwarna putih yang tertata diatas hamparan rumput hijau di Ereveld Leuwigaj
Penulis: Hilman Kamaludin | Editor: Kisdiantoro
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin
TRIBUNJABAR.ID, CIMAHI - Deretan nama-nama khas orang Belanda, tertulis pada nisan berbentuk salib berwarna putih yang tertata diatas hamparan rumput hijau di Ereveld Leuwigajah atau Taman Kehormatan Militer Belanda di Jalan Kerkof, Kota Cimahi.
Keberadaannya, seolah menjadi saksi sejarah dimasa lalu.
Pemakaman tersebut berlatarbelakang bukit Pasir Gajahlangu yang ada di sekitar Kampung Adat Cireundeu, sehingga dengan keindahan rumput hijau, nisan berbentuk salib yang berbaris rapih dan adanya bukit itu, pemakaman yang didominasi tentara Belanda ini jauh dari kesan angker.
Saat Tribun Jabar bersama Komunitas Tjimahi Heritage masuk ke pemakaman itu, pada Minggu (30/9/2018), terlebih dahulu harus melewati pemakaman umum Kristen dan makam Tionghoa, kemudian terlihat sebuah pintu gerbang dengan tulisan Ereveld Leuwigajah berwarna emas.
• Warga Bandung Ini Kisahkan Detik-detik Bisa Selamat dari Reruntuhan Hotel Roa Roa Saat Gempa Palu
Selain terdapat rumput hijau dan nisan berbentuk salib, didalam terdapat gazebo, lengkap dengan meja dan kursi, serta ada juga sebuah rak kecil yang berisi buku-buku sejarah dan buku tamu pengunjung.
Selain itu, yang membuat pemakaman ini tampak indah lantaran ada tumbuhan yang perawatannya telaten, sehingga suasana pemandangan lahan di pemakaman tersebut sangat berbeda dengan pemakaman yang ada didepannya.
Menurut, Ketua Komunitas Tjimahi Heritage atau Komunitas Pecinta Sejarah dan Bangunan Tua Cimahi Machmud Mubarok, pemakaman ini diresemikan pada 20 Desember 1949 yang dikelola oleh yayasan Oorlogsgravenstichting dibawah Kedutaan Belanda.
"Sehingga pengelolaannya pun berbeda jauh dengan pemakaman biasa. Seharusnya kita bisa mengambil pelajaran cara pengelolaannya agar bisa rapih dan nyaman dan kita berkunjung pun tidak ada rasa takut," kata Machmud.
Sebagai tanda pemakaman tentara Belanda, di pemakaman itu terdapat sebuah monumen bertulisan kalimat dalam bahasa Belanda, 'Ter Eerbiedige Nagedachtenis Aan de Vele Ongenoemden die Hun Leven Offerden en Niet Rusten op de Erevelden'.
• Agil Tewas Tertimpa Reruntuhan Masjid Akibat Gempa Palu Usai Pilih Selesaikan Azan Magrib
Machmud mengatakan, Ereveld Leuwigajah itu merupakan tanah hibah dari Pemerintah Indonesia ke Pemerintah Belanda, sehingga saat ini statusnya milik Belanda.
"Ini merupakan makam kehormatan korban perang (militer Belanda) pada tahun 1942 zaman Jepang sampai tahun 1947 setelah revolusi kemerdekaan," katanya.
Pada zaman perang itu, lanjut Machmud, banyak orang-orang Belanda yang meninggal sehingga dimakamkan ke tempat tersebut dan ada juga korban yang dimakamkan di Sumatera tetapi kerangkanya dipindahkan ke Ereveld Leuwigajah.
"Supaya semua Ereveld yang di Indonesia itu terpusat di Jawa. Dulu banyak makam kehormatan Belanda tapi hanya dipusatkan pada 7 tempat salah satunya Ereveld Leuwigajah," katanya.
Meskipun tempat tersebut, bukan obyek wisata yang 100 persen terbuka untuk umum tetapi, lanjut Machmud, masyarakat bisa masuk apalagi mereka yang memiliki keluarga yang dimakamkan di tempat tersebut.
"Yang dimakamkan disini itu bukan hanya orang-orang Belanda. Ada juga orang Jawa, Ambon, Manado, Makasar yang dulu mereka pernah menjadi tentara kenil," ujar Machmud.
• Bandung Clothing Market Kembali Hadir di BIP, Yuk Lihat-lihat Banyak Produk Baru
Ia mengatakan, jumlah orang yang dimakamkan di Ereveld Leuwigajah itu, mencapai 5.200 orang dan hingga saat ini jumlahnya tidak bertambah.
"Tapi untuk tokoh nasional tidak ada yang menonjol, kebanyakan tentara-tentara biasa, tidak ada Jendral yang dimakamkan disini. Tetapi ada tokoh Belanda dia seorang arsitek terkenal pada zaman 1920-an," katanya.
Kendati demikian, Machmud, menyebut, di pemakaman tersebut, kerap ada peringatan khusus seperti mengibarkan bendera Belanda, Merah Putih Biru selama satu hari pada bulan Agustus.
"Itu untuk peringatan hari kelahiran ratu. Jadi hanya bulan itu saja berkibarnya selama satu hari, karena diprotes masyarakat kalau dikibarkan terus," ujar Machmud.
Akhirnya, lanjut Machmud, hingga saat ini bendera yang dikibarkan di pemakaman tersebut yakni bendera yayasan pengelolanya yakni Oorlogsgravenstichting (OGS).
Ditempat yang sama, Pengurus Ereveld Leuwigajah, Septiansyah, mengatakan, selama ia bekerja ditempat tersebut banyak orang Belanda yang sengaja ziarah ke tempat tersebut. Biasanya pada akhir Juli atau Akhir Agustus.
• Jelang Lawan Myanmar dan Hongkong, Febri Hariyadi Siapkan Mental dan Fisik untuk Timnas Indonesia
"Itu juga kalau datang bukan generasi anak-anaknya. Kalau anak-anaknya paling hanya satu tahun sekali. Paling banyak cucu dan cicitnya saja," katanya.
Namun, selama bekerja ditempat itu, khususnya saat malam hari ia menyebut tak pernah ada kejadian horor yang menonjol, berbeda dengan tempat pemakaman umum yang biasa.
"Tidak terlalu seram.Tapi pas awal saja, mungkin perkenalan, saat malam hari sekilas terlihat sosok tentara Belanda yang baris berbaris," katanya.