Tradisi Membuat Bubur Sura di Cirebon, Ternyata Diambil dari Kisah Nabi Nuh, Begini Filosopinya
Saat dihampiri, mereka sedang mengaduk bubur. Bubur itu nampak sama dengan bubur pada umumnya.
Penulis: Siti Masithoh | Editor: Ichsan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Siti Masithoh
TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Berdasarkan informasi dari mulut ke mulut, seorang warga asal Kedawung, Iwan (30), mendengar adanya pembuatan bubur sura yang biasa dibuat di Cirebon setiap tahunnya.
Rasa penasaran untuk dapat mencicipi bubur tersebut akhirnya dapat terwujud tahun ini. Ia pun secara sengaja datang ke komplek Museum Pangeran Pasarean di Kelurahan Gegunung, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Kamis (20/9/2018) siang.
Di sana ada beberapa wanita yang sedang duduk di depan kuali besar dengan diameter sekitar 60 sentimeter. Mereka tengah memegang kayu dan mengaduk sesuatu di dalam kuali tersebut.
• Dian Sastrowardoyo Ternyata Pernah Bosan Adu Akting dengan Nicholas Saputra
Ada sebelas kuali yang berjejer dan didampingi oleh para wanita paruh baya.
Saat dihampiri, mereka sedang mengaduk bubur. Bubur itu nampak sama dengan bubur pada umumnya.
Namun, pada beberapa tahapan selanjutnya, bubur akan dicampur dengan sembilan bahan hasil bumi, di antaranya kentang, wortel, ubi, jagung, talas dan kembili yang diaduk secara merata.
Sebagian warga lainnya tampak sedang mengiris bumbu, ada yang membersihkan beras, ada pula yang sedang menyajikan bubur.
Kasus Pembunuhan Karyawati Bank di Lembang, Ada Tiga Saksi Lihat Anak Korban Berlumuran Darah https://t.co/vYNdU8JQke via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) September 20, 2018
Puluhan warga dari berbagai daerah dari Cirebon juga tampak berdatangan. Di musala, ada pujian yang menyambut para tamu maupun warga.
Bubur Sura itu merupakan bubur khas yang biasa dibuat setiap tahunnya di beberapa tempat bersejarah di Cirebon.
Semakin sore, tempat itu juga akan semakin dipenuhi pengunjung.
"Bubur ini biasa dibuat pada 10 Sura, diambil dari kisah Nabi Nuh, di mana saat itu semua orang kafir meninggal dan tinggal Nabi Nuh dan pengikuy yang ada di dalam kapalnya yang selamat. Sisa makanan di sana dicampur-campur agar cukup untuk dimakan semua," kata ujar juru kuncen Museum Pangeran Pasarean, R Hasan Ashari (53), saat ditemui di Kelura, Kamis (20/9/2018).
Sule dan Lina Resmi Bercerai, Saksi Kubu Sule Sebut Lina Selingkuh, Pengacara Lina Pun Membantahnya https://t.co/xwGw6Sy6vn via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) September 20, 2018
Dari sisa makanan yang ada di kapal tersebut dibuatlah Bubur Sura seperti saat ini.
Bubur Sura juga biasa disajikan dengan ati, oreg tempe, sambal, dan kerupuk. Rasanya gurih dan sangat lembut di mulut.
Inti dari peringatan pembuatan bubur tersebut adalah agar manusia dapat bergotong-royong, tolong menolong, dan saling mengasihi terhadap orang yang tidak mampu.
Tahun ini, di Museum Pangeran Pasarean khusus membuat Bubur Sura sebanyak satu kuintal.
Semua bahan-bahannya didapatkan dari sumbangan warga sekitar. Dibuatnya pun masih menggunakan kayu bakar.
"Dari 11 kuali ini pembuatan bubur baru setengah kuintal dari pukul 11.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB," kata seorang warga, Dasmi (60), sembari mengaduk bubur.
Haikal Hassan Berani Sumpah Sebut Habib Rizieq Ingin Pulang ke Indonesia tapi Dihalangi, Dia Dicekal https://t.co/9pHXwxFBY8 lewat @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) September 20, 2018
Persiapan pembuatan bubur sendiri dimulai sejak dua hari sebelum pelaksanaan, mulai dari pengupasan bumbu, penyediaan kayu, dan membersihkan beras.
"Ini sengaja dibuat banyak karena semakin tahun antusias masyarakat yang ingin menyumbangkan hartanya semakin banyak. Pengunjung juga semakin banyak setiap tahunnya," kata R Hasan Ashari.
Peringatan Bubur Sura itu juga biasa diperingati dengan memberikan santunan kepada anak yatim, salawatan, hingga pengajian.