Soal Regulasi Volume Speaker Masjid, Ini Kata Dedi Mulyadi
Kasus perempuan asal Tanjung Balai, Sumatera Utara, Meiliana (44) yang mengeluh tentang volume speaker masjid, berujung vonis Meiliana selama 18 bulan
Penulis: Haryanto | Editor: Theofilus Richard
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Haryanto
TRIBUNJABAR.ID, PURWAKARTA - Kasus perempuan asal Tanjung Balai, Sumatera Utara, Meiliana (44) yang mengeluh tentang volume speaker masjid, berujung vonis Meiliana selama 18 bulan penjara atas dakwaan penodaan agama.
Ketua DPD I Golkar Jabar, Dedi Mulyadi, berharap kasus yang sama tidak lagi terulang kepada siapapun.
Padahal, Meiliana hanya mengeluh tentang volume speaker masjid yang berjarak tujuh meter dari kediamannya.
Dia meminta pihak pengurus masjid untuk mengecilkan volume speaker itu karena dianggap terlalu keras.
Hal tersebut dikatakan Dedi Mulyadi di depan Masjid As Salaf, masjid yang tidak menggunakan pengeras suara di Kampung Ciganea, Desa Mekargalih, Kecamatan Jatiluhur, Purwakarta, Senin (27/8/2018).
“Regulasinya harus tepat dijalankan, harus ada penataan ulang untuk kualitas pengeras suara. Aspek ini juga harus diperhatikan pemerintah,” kata Dedi.
Jelang Laga Arema FC Vs Persib Bandung, Supardi Nasir Cs Dapat Dua Kabar Gembira https://t.co/FgSLU0sA6b via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) August 27, 2018
• Bantah Golkar Pecah, Dedi Mulyadi Sebut Golkar Komitmen Dukung Jokowi-Maruf tapi Harus Lebih Kreatif
Sebab, menurutnya, piranti pengeras suara di setiap masjid memang harus memenuhi standar kualifikasi yang baik.
Mantan Bupati Purwakarta tersebut menyontohkan pengeras suara di Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi.
Dia berujar bahwa suara yang dihasilkan pengeras suara itu sangat indah. Pasalnya, tidak sampai mengubah kualitas suara imam di masjid terbesar di dunia tersebut.
“Silakan tanya orang yang pernah umrah atau ibadah haji. Kualitas suara itu dipengaruhi dua hal, pertama kualitas suara pelantun, kedua, sound system yang berkualitas. Azan dan bacaan Imam Masjidil Haram itu kan indah sekali,” katanya.
Sebagai kader Nahdlatul Ulama, Dedi Mulyadi mengaku sangat paham kondisi pengeras suara di masjid pelosok kampung.
Menurut dia, kondisi pengeras suara yang sudah tidak memadai patut menjadi perhatian pemerintah daerahnya.
Keterbatasan anggaran yang dimiliki masjid menjadi faktor utama tidak berubahnya kondisi tersebut.
• Pemuda Sumedang Ini Tidak Ragu Terjun Politik di Usia Muda
Akibatnya, keluhan serupa kasus Meiliana kerap terjadi namun tidak terekspos media.
“Karena itu pengadaan pengeras suaranya harus diinisiasi pemerintah. Ada standar kualifikasi yang harus dipenuhi agar menjadi nyaman ke semua pihak. Selama ini, pengurus masjid di kampung terkendala pembiayaan,” ujarnya.
Diketahui, Masjid As Salaf tempat Dedi beritikaf itu tidak menggunakan pengeras suara.
Sejak pertama kali berdiri pada Tahun 1960, keadaan itu tetap dipertahankan sampai hari ini.
Berdasarkan penuturan Kiai Hasan Basri, tidak adanya pengeras suara merupakan wasiat dari Kiai Idris Khudori. Dia merupakan pendiri dari Pesantren dan Masjid As Salaf.
“Tujuannya agar melahirkan ketenangan dan tidak mengganggu masyarakat sekitar. Ini amanat dari Kiai Idris, sebagai pewaris kami menjalankan amanat itu,” ucap Kiai Hasan.
• Yola-Hendy Sumbang Emas ke-14 Asian Games 2018 dari Pencak Silat Nomor Seni Berpasangan