Kisah Veteran Maruli Silitonga, Saksi Hidup Perjuangan Kemerdekaan dan Bandung Lautan Api

Usianya yang sudah dimakan waktu tidak membuat Maruli melupakan perjalanan panjang masuk menjadi anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR) Bandung di usia 1

Penulis: Syarif Pulloh Anwari | Editor: Theofilus Richard
Tribun Jabar/ Syarif Pulloh Anwari
Maruli Silitonga 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Syarif Pulloh Anwari

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Rambut yang sudah memutih, serta gigi sudah menghilang, tapi semangat kemerdekaan Republik Indonesia masih terpancar dari wajah dan jiwa kakek veteran yang satu ini.

Kakek veteran bernama Maruli Silitonga lahir 24 April 1929, beraasal dari Kota Pemantang Siantar, Medan.

Maruli mengaku bahwa ia adalah satu di antara saksi hidup perjuangan para pejuang bangsa sekaligus pelaku sejarah yang turut berusaha meraih kemerdekaan.

Usianya yang sudah dimakan waktu tidak membuat Maruli melupakan perjalanan panjang masuk menjadi anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR) Bandung di usia 14 tahun.

Saat usianya menginjak enam tahun, ia pindah dari Medan ke Bandung.


Sebanyak 36 Anggota Paskibraka Siap Bertugas di Lapangan Gasibu 17 Agustus 2018

Di masa perjuangan merebut kemerdekaan di Bandung, ia juga mengaku pernah menjadi intel atau memata-matai tentara Belanda, padahal usianya masih belia.

Pada waktu itu komandannya bernama Mayor Simon Lumbantobing.

"Pada usia segitu tentara Belanda tidak curiga, karena dianggap saya anak pribumi saja, jalan kesana kemari," ujar Maruli saat ditemui Tribun Jabar di Jalan Braga, Minggu, (12/8/2018).

Maruli menceritakan pada 17 Agustus 1945, Soekarno meresmikan Proklamasi Indonesia.

Jepang yang pada saat itu diserang bom tom di Hiroshima dan Nagasaki, membuat para tentara Jepang pulang.

"Pada tanggal, bulan dan tahun segitu Indonesia belum sepenuhnya merdeka 100 persen," ujar Maruli.

Ridwan Kamil Dukung Jokowi di Pilpres 2019

Pada Maret tahun 1946, Maruli menjadi saksi peristiwa Bandung Lautan Api.

Ia mengatakan waktu itu ada pengumuman langsung dari Nasution bahwa jam 12 malam Kota Bandung harus di kosongkan.

Sebelum mengungsi, Nasution menyuruh warganya untuk membakar dulu rumahnya masing-masing.

Daerah yang Maruli tahu di daerah Braga, Bihbul Kopo, dan daerah Dayeuhkolot.

Setelah peristiwa itu, Maruli dan teman-temannya pergi ke gunung puntang.

Tahun 1949, kata Maruli, Indonesia merdeka 100 persen, beberapa gedung di Daerah Bandung, semisal kantor pemerintahan Gedung Sate diambil alih oleh Indonesia.

Itulah kisah perjuangan Maruli untuk memperjuangan Bandung ditangan penjajah.

Wildan Ramdani Ungkap Perbedaan Bermain di Persib dan Maung Anom

Sekarang Maruli tinggal bersama istrinya bernama Selmi Harahap (82) dan ketiga anaknya di daerah Baleendah, Desa Bojong Mala, RT01/RW01, Kabupaten Bandung.

Maruli memiliki lima anak,12 cucu, dan enam cicit.

Dua di antara lima anaknya, saat ini, tinggal di Kota Medan.

Saat ditemui Tribun Jabar di Jalan Braga, Maruli masih mengenakan seragam yang dulu pernah menjadi saksi perjuangan melawan penjajah.

Seragamnya itu terdapat penghargaan langsung yang diberikan negera kepadanya.

Akan Digunakan Latihan Asian Games Hari Ini, Belum Terlihat Pengamanan Khusus di Stadion Jati

Terdapat empat lencana penghargaan tertempel dibajunya itu.

Lencana pertama bernama Bintang Suwindu penghargaan itu diberikan pada tahun 1948, lencana kedua bernama Gerakan Operasi Militer I pada tahun 1948, lencana ketiga bernama Gerakan Operasi Militer II pada tahun 1955, dan lencana keempat bernama Gerilya pada tahun 1948.

"Di rumah masih banyak lagi penghargaan yang saya dapat, untuk dipakai di seragam ini mah cukup yang ini saja," ujarnya.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved