Profil
Lika-liku Soesilo Toer, Adik Pramoedya Bergelar Doktor, Sempat Dituding PKI dan Kini jadi Pemulung
Setiap malam, setelah magrib hingga dini hari, Soesilo menjadi pemulung di wilayah perkotaan Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Penulis: Indan Kurnia Efendi | Editor: Yudha Maulana
Sayangnya, Soes terpaksa berhenti kuliah di dua kampus itu karena fakto biaya.
Soes kemudian masuk Akademi Keuangan Bogor yang berada di bawah Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Di titik ini, kehidupan Soes masih terbilang sengsara.
Ia menyambung hidup dengan bekerja di sebuah perusahaan penerbitan. Gajinya tidak besar, statusnya pun tidak tetap.
Kendati demikian, tiang utama dana Soes berasal dari uang keluarga.
Uang itu diputar kepada sejumlah pedagang kecil yang butuh dana pinjaman.
Bunga yang didapat Soes lantas digunakan untuk biaya hidup dan kuliah.
"Hidup waktu itu demikian susah dan keras. Uang saku dari Mas Pram sangat minim. Sampai kini, kalau teringat terkadang miris sendiri. Kasihan terhadap kemiskinan bangsa sendiri. Mengapa aku harus begitu kejam mencari sesuap nasi. Aku tahu itu tidak halal, tapi kalau sok-sokan berperikemanusiaan, hadiahnya lapar dan bencana bagiku," kata Soes, mengutip dari Kompas.com.
Kuliah di Rusia
Setelah lulus dari Akademi Keuangan Bogor, Soesilo bekerja di sebuah kantor dagang.
Gajinya besar, hidupnya pun tak sengsara lagi.
Di sisi lain, Soes merasa pekerjaannya itu membosankan.
"Namun, sungguh aku tidak suka. Kerjanya membosankan, setiap hari hanya dipenuhi angka-angka. Kantornya berisik oleh suara mesin hitung, mesin bagi, mesin tulis, mesin bagi, dan mesin kali," ujarnya.
Di saat kondisi kehidupan Soes berangsur membaik, Indonesia dilanda masalah ekonomi dan politik. Jala itu pemerintah membentuk Batalyon Serbaguna Trikora.
Karier Soes pun terhenti. Ia harus mengikuti wajib militer yang begitu menguras tenaga.