Bacaan Niat dan Tata Cara Salat Idul Fitri, Jangan Sampai Tidak Hafal
Secara garis besar, syarat dan rukun salat Idul Fitri tidak terlalu berbeda dengan salat lima waktu. Termasuk dalam hal yang membatalkan.
Penulis: Indan Kurnia Efendi | Editor: Indan Kurnia Efendi
TRIBUNJABAR.ID - Setelah berpuasa Ramadan selama satu bulan, umat Muslim merayakan Idul Fitri.
Takbir menggema, suka cita larut dalam momen saling bermaaf-maafan.
Saat Hari Raya Idul Fitri tiba, umat Islam dkianjurkan untuk menunaikan salat Ied atau Idul Fitri.
Menurut sebuah penjelasan di laman nu.or.id, salat Ied hukumnya sunnah muakkadah yang berarti saangat dianjurkan.
Disebutkan bahwa Rasulullah tidak pernah meninggalkan salat Ied sejak diisyaratkan pada tahun kedua hijriyah hingga Beliau wafat.
Secara garis besar, syarat dan rukun salat Idul Fitri tidak terlalu berbeda dengan salat lima waktu. Termasuk dalam hal yang membatalkan.
Hanya saja, ada beberapa gerakan dan bacaan yang berbeda di sana.
Adapun bacaan niat salat Idul Fitri, yaitu:
اُصَلِّى سُنَّةً عِيْدِ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا للهِ تَعَالَى
(Ushalli sunnatan ‘iidil fithri rak’ataini ma’muuman lillaahi ta’aalaa)
“Aku berniat shalat sunnah Idul Adha dua rakaat (menjadi makmum/imam) karena Allah ta’ala.”
Berikut tata cara salat Idul Fitri dilansir dari laman nu.or.id:
1. Membaca niat
2. Takbiratul ihram seperti salat biasanya.
3. Bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak 7 kali takbir -selain takbiratul ihram- sebelum memulai membaca Al Fatihah.
4. Di antara tujuh takbir itu, dianjurkan hendaklah menyanjung dan memuji Allah.”
Syaikhul Islam mengatakan bahwa sebagian salaf di antara tiap takbir membaca bacaan,
سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ . اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي
“Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar. Allahummaghfirlii war hamnii (Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah aku).”
5. Membaca Al Fatihah, lalu membaca surat lainnya.
Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah surat Qaaf pada raka’at pertama dan surat Al Qomar pada raka’at kedua.
Melansir dari muslim.or.id, boleh juga membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua. Dan jika hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, dianjurkan pula membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua, pada shalat ‘ied maupun shalat Jum’at. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْرَأُ فِى الْعِيدَيْنِ وَفِى الْجُمُعَةِ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ) قَالَ وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ فِى يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِى الصَّلاَتَيْنِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat ‘ied maupun shalat Jum’at “Sabbihisma robbikal a’la” (surat Al A’laa)dan “Hal ataka haditsul ghosiyah” (surat Al Ghosiyah).” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.[30]
6. Melakukan gerakan salat seperti biasa (ruku, itidal, sujud, hingga berdiri lagi).
7. Setelah berdiri (rakaat kedua), melafalkan takbir sebanyak lima kali -selain takbir bangkit dari sujud- sebelum memulai membaca Al Fatihah.
8. Seperti rakaat pertama, di sela-sela takbir dilafalkan bacaan sanjungan untuk Allah ta'ala.
9. Membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya sebagaimana yang telah dijelaskan.
10. Melakukan gerakan berikutnya hingga salam.
Setelah salam, jemaah tak disarankan buru-buru pulang, melainkan mendengarkan khutbah Idul Fitri terlebih dahulu hingga selesai.
Kecuali bila salat Idul Fitri tidak secara berjamaah.
Hadis Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah mengungkapkan:
السنة أن يخطب الإمام في العيدين خطبتين يفصل بينهما بجلوس
“Sunnah seorang Imam berkhutbah dua kali pada shalat hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), dan memisahkan kedua khutbah dengan duduk.” (HR Asy-Syafi’i).