Ramadan 2018
Panduan Lengkap dan Tata Cara Iktikaf yang Sesuai Ajaran Rasulullah SAW
Sedangkan pengertian iktikaf dalam istilah terdapat perbedaan terhadap kalangan para ulama.
Penulis: Fauzie Pradita Abbas | Editor: Fauzie Pradita Abbas
TRIBUNJABAR.ID - Dalam melakukan iktikaf, tentu saja kita harus terlebih dahulu mengetahui apa arti dari iktikaf, bagaimana tata cara iktikaf, niat, tempat, dan waktu untuk melakukan iktikaf.
Beriktikaf di masjid pada waktu 10 hari terakhir di Bulan Ramadan merupakan amalan sunnah Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam untuk mendapatkan keutamaan sepuluh hari terakhir pada Bulan Ramadan, khususnya malam yang paling mulia, yakni malam seribu bulan, yaitu malam lailatul qodar.
Iktikaf mempunyai arti sebagai menetap atau berdiam diri dalam sesuatu.
Sedangkan pengertian iktikaf dalam istilah terdapat perbedaan terhadap kalangan para ulama.
Para Ulama Hanafi (Al-Hanafityah) berpendapat iktikaf ialah berdiam diri di dalam masjid yang dimana biasanya dipakai untuk melaksanakan salat berjamaah.
Sedangkan menurut Para Ulama Syafi’i (Asy-Syafi’iah) iktikaf ialah berdiam diri di dalam masjid dengan mengamalkan amalan-amalan tertentu disertakan niat hanya karena Allah SWT.
Dalil Iktikaf
Dikutip dari situs Rumaysho.com, adapun dalil tentang Iktikaf harus dilakukan di Masjid
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka sedang kamu beri’tikaf dalam masjid” (QS. Al Baqarah: 187).
Demikian juga dikarenakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
“Para ulama sepakat bahwa disyaratkan melakukan i’tikaf di masjid.”
Adab Iktikaf
Hendaknya ketika beriktikaf, seseorang menyibukkan diri dengan melakukan ketaatan seperti berdoa, zikir, bersalawat pada Nabi, mengkaji Alquran dan mengkaji hadis.
Dan dimakruhkan menyibukkan diri dengan perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat.
Waktu Melaksanakan Iktikaf
Jika ingin beriktikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadan, maka seorang yang beriitikaf mulai memasuki masjid setelah melaksanakan salat Subuh pada hari ke-21 dan keluar setelah salat subuh pada hari Idulfitri menuju lapangan.
Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadis Aisyah, ia berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beriktikaf pada bulan Ramadan. Apabila selesai dari salat shubuh, beliau masuk ke tempat khusus iktikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa beriktikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya.”
Namun para ulama madzhab menganjurkan untuk memasuki masjid menjelang matahari tenggelam pada hari ke-20 Ramadan.
Mereka mengatakan bahwa yang namanya 10 hari yang dimaksudkan adalah jumlah bilangan malam sehingga seharusnya dimulai dari awal malam.
Para ulama sepakat bahwa iktikaf tidak ada batasan waktu maksimalnya.
Namun mereka berselisih pendapat berapa waktu minimal untuk dikatakan sudah beriktikaf.
Bagi ulama yang mensyaratkan iktikaf harus disertai dengan puasa, maka waktu minimalnya adalah sehari.
Ulama lainnya mengatakan, dibolehkan kurang dari sehari, namun tetap disyaratkan puasa.
Imam Malik mensyaratkan minimal sepuluh hari.
Imam Malik juga memiliki pendapat lainnya, minimal satu atau dua hari.
Sedangkan bagi ulama yang tidak mensyaratkan puasa, maka waktu minimal dikatakan telah beriktikaf adalah selama ia sudah berdiam di masjid dan di sini tanpa dipersyaratkan harus duduk.
Yang tepat dalam masalah ini, iktikaf tidak dipersyaratkan untuk puasa, hanya disunnahkan.
Menurut mayoritas ulama, iktikaf tidak ada batasan waktu minimalnya, artinya boleh cuma sesaat di malam atau di siang hari.
Al Mardawi rahimahullah mengatakan, “Waktu minimal dikatakan iktikaf pada iktikaf yang sunnah atau iktikaf yang mutlak adalah selama disebut berdiam di masjid (walaupun hanya sesaat).”
Apa Saja yang Diperbolehkan Saat Iktikaf di Masjid?
1. Keluar masjid disebabkan ada hajat yang mesti ditunaikan seperti keluar untuk makan, minum, dan hajat lain yang tidak bisa dilakukan di dalam masjid.
2. Melakukan hal-hal mubah seperti mengantarkan orang yang mengunjunginya sampai pintu masjid atau bercakap-cakap dengan orang lain.
3. Istri mengunjungi suami yang beriktikaf dan berdua-duaan dengannya.
4. Mandi dan berwudu di masjid.
5. Membawa kasur untuk tidur di masjid.
Hal yang Membatalkan Iktikaf
1. Keluar masjid tanpa alasan syari dan tanpa ada kebutuhan yang mubah yang mendesak.
2. Jima (bersetubuh) dengan istri berdasarkan Surat Al Baqarah ayat 187 Ibnul Mundzir telah menukil adanya ijma (kesepakatan ulama) bahwa yang dimaksud mubasyaroh dalam surat Al Baqarah ayat 187 adalah jima (hubungan intim).
Bolehkah Wanita Beriktikaf?
Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan istri beliau untuk beri’tikaf.
Aisyah radhiyallahu anha berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai dari shalat shubuh, beliau masuk ke tempat khusus iktikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa beri’tikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya.”[
Dari Aisyah, ia berkata:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beriktikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.”
Namun wanita boleh beriktikaf di masjid asalkan memenuhi 2 syarat: (1) Meminta izin suami dan (2) Tidak menimbulkan fitnah (godaan bagi laki-laki) sehingga wanita yang i’tikaf harus benar-benar menutup aurat dengan sempurna dan juga tidak memakai wewangian.
Demikian, semoga panduan singkat ini bermanfaat bagi Anda.
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan membuahkan amalan yang baik untuk kita.