Persib Bandung
Kisah Hijrah Eka Ramdani Persib, Jatuh ke Titik Nol hingga Pilih Dakwah Lewat Sepak Bola
Mulai dari kehilangan mobil, rumah, hingga absen dari pertandingan karena cedera dilaminya lumayan parah. Kala itu ia masih memperkuat PBR.
Penulis: Ragil Wisnu Saputra | Editor: Yudha Maulana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ragil Wisnu Saputra
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Musibah yang dialami pada tahun 2014 menjadikan momentum Eka Ramdani untuk memutuskan berhijrah. Gelandang Persib Bandung berpostur mungil ini sempat merasakan hidupnya terpuruk setelah rumah dan mobilnya terjual untuk menutupi utang usahanya. Tak hanya itu, musibah kembali menimpa Eka saat memperkuat Pelita Bandung Raya (PBR). Ia harus menjalani operasi karena ligamen engkelnya putus.
Menjadi pesepakbola yang dielu-elukan banyak orang karena prestasi dan karirnya yang sangat gemerlang ternyata bukanlah suatu kebahagiaan. Hal ini lah yang juga dirasakan Eka Ramdani, ayah empat orang anak kelahiran Purwakarta 33 tahun lalu.
Menjadi pesebakbola profesional dengan gaji yang cukup besar ternyata tak menjamin kehidupan Eka dan keluarga akan terus sejahtera. Tepat di tahun 2014 Eka harus merasakan ujian dalam hidup. Ia merasa diuji oleh Allah dengan merasakan beberapa musibah.
Mulai dari kehilangan mobil, rumah, hingga absen dari pertandingan karena cedera dilaminya lumayan parah. Kala itu ia masih memperkuat PBR.
Baca: Viral, Masjid di Cirebon Ini Mirip dengan Bangunan Taj Mahal di India
"2014 awal momentum saya menjadi seperti ini. Saat mendapatkan musibah saya pulang ke Purwakarta dan sering menyendiri dan bermuhasah di kamar," ujar Eka saat ditemui Tribun Jabar di Masjid Al Hidayah, Jalan Saledri, Keluarahan Lingkar Selatan, Kecamatan Lengkong, Kota BAndung, Jumat (1/6).
Suami dari Ratna Puspa Kencana (32) ini bercerita jika sebelumnya ia sudah mulai merasakan ada yang tidak beres dalam hidupnya. Kejadian itu bermula saat ia masih masih memperkuat Mitra Kukar. Saat di Kalimantan, Eka juga sudah sering menyendiri. Merenungkan hidupnya. Mulai dari keluarga, usaha, hingga karirnya.
"Peristiwa musibah ini tidak beruntun. Sebetulnya dari tahun 2012, nah puncaknya di 2014. Rumah, mobil kejual. Toko disegel. Dan parahnya saya cedera yang harus menyebabkan saya menjalani operasi. Mungkin saat itu adalah proses penjemputan hidayah," kata Eka.
Setelah kejadian itu, Eka baru mulai terbesit untuk mencari guru ngaji. Pada saat itu ia diajak oleh temannya untuk mempelajari ilmu tasawuf. Ia rutin mendalami tasawuf selama hampir dua tahunan. Dengan berdzikir dengan metode Fii Qolbi (dalam hati). Ia merasakan ketenangan.
Baca: Tumbangkan PSMS, Tekad Bek Persib Supardi Agar Lebarannya Lebih Tenang
Setelah itu, ia mulai ikut kajian-kajian islam. Dalam kajian yang selalu rutin diikutinya, ia menemukan tuntunan hidup yang sebenarnya. Yaitu hidup sesuai dengan sunahnya Nabi Muhamamad SAW.
"Kemudian saya meninggalkan zikir itu (Ilmu Tasawuf). Karena ternyata ada yang berbenturan dengan sunahnya nabi. Pas dari situ saya mulai menemukan ketenangan hidup. Tapi dari zikir tasawuf itu, saya mengambil hikmahnya. Bahwa zikir itu penting. Metode untuk selalu berzikir. Tapi untuk skerang lebih ke sunah nabi," ucap Eka.
Hijrahnya Eka tentu saja mendapat dukungan dari keluarga. Ayahanda Eka yang juga seornag ustaz di Purwakarta terus mendorong Eka untuk menjadi pribadi yang baik. Nasihat-nasihat dari ayahnya selalu ia aplikasikan di hidupnya yang sekarang.
Baca: Ini Destinasi Wisata yang Bisa Dikunjungi Oleh Para Pemudik Saat Berada di Garut
Uniknya, setelah berhijrah, Eka menyadari jika hidupnya dikelilingi dengan kegiatan riba. Mulai dari asuransi jiwa keluarganya, leasing, hingga cicilan rumah yang kedua. Itulah yang diakui Eka penyebab dari semmua musibah yang diujikan Allah terhadap dirinya.
"Sumber masalahnya ternyata dari aktivitas riba. Dulu jauh sekali saya mengenal apa itu riba. Ternyata yang ikut aktivitas riba itu dari yang menyelenggarakan sampai yang menjadi konsumennya kena dosanya. Alhamdulillah saya tersadarkan setelah saya ikut komunitas kajian anti riba. Dan saya sadar saya salah," kata dia.
Saat kesulitan dan musibah melanda, ternyata Eka tak mendapatkan pertolongan dari siapapun. Banyak orang yang dikenalnya tidak dapat memberikan pertolongan. Semisal untuk melunasi utang-utangnya.