Di Facebook, 4 Ini Orang Sebut Bom Surabaya ''Rekayasa'', Satpam Hingga Dosen, 2 Jadi Tersangka
Selain korban tewas, ada puluhan korban luka dan dirawat di rumah sakit akibat teror bom selama dua hari itu.
Penulis: Tarsisius Sutomonaio | Editor: Tarsisius Sutomonaio
TRIBUNJABAR.ID- Serangkaian teror bom terjadi di tiga gereja di Surabaya pada Minggu (13/5/2018) dan Polrestabes Surabaya pada Senin (14/5/2018).
Total 18 korban tewas akibat ledakan di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela Jalan Ngagel, GKI Jalan Diponegoro, dan di Gereja Pantekosta Jalan Arjuno.
Rinciannya, 12 warga sipil dan 6 pelaku. Kemudian, 4 terduga teroris tewas akibat ledakan di Polrestabes Surabaya.
Selain korban tewas, ada puluhan korban luka dan dirawat di rumah sakit akibat teror bom selama dua hari itu.
Gibran Rakabuming Ragu Bilang Ayahnya Presiden, Najwa Shihab Sampai Gregetan, Akhirnya Gibran . . . https://t.co/1bxuSfphIw via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) May 21, 2018
Saat hampir sebagian besar masyarakat Indonesia berduka atas kejadian nahas itu, ada sebagian orang yang menilai kejadian di Surabaya itu sebagai rekayasa.
Anggapan itu muncul dalam unggahan mereka di media sosial.
Alhasil, mereka harus berurusan dengan polisi. Berikut kisah mereka.
Dosen USU, Himma Dewiyana Lubis
Dosen Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara (USU), Himma Dewiyana Lubis alias Himma (46).
Ia ditangkap polisi, Sabtu (19/5/2018), lalu jadi tersangka karena tulis status di Facebook bahwa teror bom di Surabaya adalah skenario.
Baca: Catat ! Bocoran Jadwal Pendaftaran CPNS 2018, Jangan Sampai Terlewat, Ya
Ia sempat pingsan saat dibawa ke kantor polisi. Dikutip dari Kompas.com, Himma Dewiyana Lubis menyesali perbuatannya.
"Saya sangat menyesal sekali, saya tidak tahu itu hoaks. Saya sebenarnya bodoh sekali, saya pesan kepada masyarakat, jangan asal membagikan status orang lain. Ini sudah saya rasakan akibatnya," katanya, Minggu (20/5/2018).
Ia mengaku hanya membagikan lagi status Facebook orang lain "3 bom gereja di surabaya hanyalah pengalihan isu" Skenario pengalihan yg sempurna...#2019GantiPresiden".
Kabid Humas Polda Sumut AKBP Tatan Dirsan Atmaja mengatakan unggahan Himma Dewiyana Lubis itu sebagai penyebaran ujaran kebencian.
Pelatih Persib Bandung Sebut 3 Negara Ini Jadi Favorit di Piala Dunia 2018 https://t.co/fwQVjjKzOc via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) May 21, 2018
Himma Dewiyana Lubis pun terancam hukuman penjara lima tahun berdasarkan pasal 28 Ayat 2 UU ITE.
"Bisa dibayangkan bagaimana terpukulnya perasaan keluarga korban yang saat ini masih berduka?" kata AKBP Tatan Dirsan.
Satpam
Satu hari sebelumnya, Polda Sumut juga menangkap Amar Alsaya Dalimunthe alias Dede (46) karena alasan yang serupa.
Dilansir Kompas.com, pria yang bekerja jadi anggota satuan pengamanan (satpam) di Bank Sumut Serbalawan itu ditangkap di rumah kontrakannya, Jumat (18/5/2018).
Ia membuat status "Di Indonesia tidak ada teroris, itu hanya fiksi, pengalihan isu...” di akun Facebook-nya.
Polisi menahan dan masih memeriksa Amar Alsaya Dalimunthe,
warga Jalan Karya Bakti, Kelurahan Serbalawan, Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Baca: Kisah Hijrah Yuki Pas Band, Kecelakaan Menjadi Jalan Hijrahnya
Pilot Garuda
Pilot Garuda Indonesia, OGT, mengunggah status di Facebook yang menyebut teror bom Surabaya merupakan rekayasa dan ada aktor lain di balik para pelaku yang diungkap kepolisian.
Akibatnya, OGT dinonaktifkan. "Selanjutnya, oknum pilot tersebut akan kami investigasi lebih lanjut," kata Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia, Hengki Heriandono, kepada Kompas.com, Sabtu (19/5/2018).
Kepsek SMP
FSA (37), PNS yang menjabat sebagai kepala sekolah sebuah SMP di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, pun jadi tersangka.
Brigjen Krishna Murti Beberkan Tentara yang Melepaskan Bom dari Tubuh Bocah, Sang Anak Ketakutan https://t.co/9n31vHq1T4 via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) May 21, 2018
Dalam akun Facebook-nya, FSA menyebut peristiwa teror bom di tiga gereja di Surabaya sebagai rekayasa.
Polda Kalbar menetapkannya jadi tersangka, Rabu (16/5/2018).
Dampak lainnya, ia terancam diberhentikan dari jabatannya.
"Diberhentikan sementara karena statusnya baru tersangka, bukan terpidana," Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kayong Utara, Romi Wijaya, Kamis (17/5/2018), dikutip dari Kompas.com. (*)