Kisah yang Tercecer dari Tragedi Kelam Kerusuhan Mei 1998, Tahun Macan Melintas Gunung

Surat-surat penting sudah dimasukkan ke dalam map dan siap dibawa kabur. Tapi malam itu tidak terjadi apa-apa.

Editor: Ravianto
Nursita Sari
Mahasiswa Universitas Trisakti mulai berkumpul di halaman universitas untuk melakukan aksi damai menuntut penuntasan Tragedi Mei 1998 di Istana Negara, Kamis (12/5/2016). 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Kerusuhan sekitar pertengahan Mei 1998 lalu menyisakan penggalan-penggalan kisah dan  pengalaman hidup yang membekas di hati.

Jakarta mendadak dilanda kepanikan dan amuk massa yang diikuti pembakaran dan penjarahan toko. Inilah bagian dari kisah-kisah yang tercecer saat itu.

Kalau menurut perhitungan Cap Ji Shio, tahun 1998 ini disebut "Tahun Macan Melintas Gunung".

Gambaran peristiwanya menjadi begitu menyeramkan karena diberi makna sebagai tahun penuh bahaya!

Dua hari setelah tragedi berdarah itu meledaklah berbagai kerusuhan dan penjarahan yang diikuti pembakaran oleh massa terhadap bangunan pertokoan dan fasilitas umum lainnya di berbagai sudut ibu kota.

Cerita sejumlah karyawan yang berusaha pulang ke rumah dari tempat kerjanya pada Kamis, 14 Mei 1998, ketika terjadinya berbagai kerusuhan di Jakarta, mungkin memperkaya gambaran betapa tindakan orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu menyengsarakan banyak orang.

Baca: Mengenang Tragedi Mei 1998: Ini Peristirahatan Terakhir Para Korban Tragedi Kelam Tersebut

Baca: Mako Brimob Rusuh, Ini Beberapa Foto yang Menggambarkan Suasana di Sana

Bau tikus

"Pulang dari kantor pada hari Kamis itu saya dihadang beberapa kali oleh anak-anak muda yang memberi isyarat agar saya tidak meneruskan perjalanan, tapi kembali dan memilih jalan lain. 'Ada demo!' kata salah seorang," cerita Slamet yang hendak pulang ke rumahnya di kawasan Jakarta Selatan.

Selama menuju ke kompleks perumahan Pertanian melalui "jalan tikus", Slamet "kagum" betapa banyak orang turun ke jalan yang sepi.

Mereka berkerumun di mulut-mulut gang seperti sedang menunggu sesuatu. Di pertigaan Jl. Gatot Subroto dan Jl. Rasamala, ia dimintai uang.

Caranya meminta dengan bahasa Tarzan, hanya dengan melambaikan tangan yang menggenggam segepok uang.

"Karena saya tidak mau merugi kalau mobil dirusak, saya relakan Rp1.000 untuk pungli," katanya sambil menambahkan, sebelumnya ia mendengar ada mobil yang dirusak hanya karena penumpangnya tidak mau memberi pungli cepekan.

Yang bikin ia makin terheran-heran, setiba di rumahnya di belakang pasar swalayan Hero itu, ia melihat banyak orang yang mendorong trolley lewat di jalan depan rumahnya.

Baca: Supir Truk Ngadu ke Jokowi Soal Pungli, Wakapolri Menyangkal: Jijiklah Pungli Rp 5 Ribu

Isinya barang jarahan dari Hero.

Pasar swalayan itu tidak hanya dijarah isinya, tapi juga dibakar sesudahnya. Asap hitam yang tebal mengepul dari tempat gedung Hero yang sudah dijarah.

"Ketika api makin membesar, penghuni kompleks yang paling dekat rumahnya dengan Hero panik dan mengungsi karena khawatir kalau api menjalar ke rumah mereka," cerita Slamet.

Sampai tiga hari lamanya bau tikus, atau bangkai, atau mungkin juga bangkai tikus, itu meneror penghuni kompleks belakang Hero. Sesudah itu tidak berbau lagi.

Dua hari sesudah kerusuhan, bertiup kabar bahwa perusuh atau penjarah akan mengalihkan operasinya ke perumahan penduduk.

Kepanikan pun mulai merasuki segenap penghuni kompleks-kompleks perumahan.

"Pada 16 Mei saya mendapat telepon dari keponakan bahwa malam itu Jakarta Selatan akan kedatangan gerombolan perusuh atau penjarah dari Bogor melalui Depok dan mereka dikerahkan dengan tiga truk. Ia menambahkan, saat itu rumah-rumah di Lentengagung sudah dilempari batu dan meminta kami bersiap-siap, termasuk mengumpulkan surat-surat berharga, apa saja, untuk diamankan," tambah Slamet.

Tak pelak seluruh keluarganya jadi panik. Pintu pagar halaman depan rumahnya lantas digembok sore-sore, garasi ditutup rapat, dan  pintu rumah selain dikunci dan digembok juga diganjal kursi.

Di tembok belakang rumah, istrinya memasang tangga. Kalau sampai perusuh memasuki halaman, mereka akan mengungsi ke rumah tetangga di belakang melalui pagar tembok.

Surat-surat penting sudah dimasukkan ke dalam map dan siap dibawa kabur. Tapi malam itu tidak terjadi apa-apa.

"Kedatangan perusuh yang dikerahkan dengan tiga truk itu hanya rumor yang ditiupkan oleh pihak tertentu," tutur Slamet. (Intisari/K. Tatik Wardayati)


Sumber: Intisari
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved