Hari Kartini

Misteri Wafatnya Kartini, dari Dugaan Diracun Belanda sampai Kajian Medis Modern

Kondisi tersebut memang sangat berbahaya untuk ibu hamil dan bisa mengakibatkan kematian.

Editor: Ravianto
istimewa
Kartini 

TRIBUNJABAR.ID, JEPARA - Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini.

Raden Adjeng Kartini atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini adalah tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia.

Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan.

Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa.

 Ia merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara segera setelah Kartini lahir.

Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama.

Lahir di Jepara 21 April 1879, Kartini wafat 17 September 1904 dalam usia muda, 25 tahun.

Tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini karena merupakan hari lahir dari Raden Ajeng Kartini.

Lalu, mengapa dia meninggal dalam usia muda?

Baca: Ingat Sosok di Tayangan Blue’s Clues ini? Lama Tak Terdengar, Begini Kabar Terbarunya

Baca: Kartini Meninggal Setelah Melahirkan, 100 Tahun Kemudian Angka Kematian Ibu Melahirkan Masih Tinggi

Ternyata, Kartini meninggal hanya empat hari setelah dia melahirkan putranya, Raden Mas Soesalit.

Kematian Kartini ini ternyata masih menyimpan misteri.

Dikutip dari tulisan Sitiosemandari, penulis buku 'Kartini, Sebuah Biografi', mengungkapkan bahwa ada dugaan Kartini meninggal karena ada permainan jahat dari Belanda.

Dalam buku tersebut, Sitiosemandari menggambarkan adanya situasi yang tidak wajar pada saat hari kematian Kartini.

Pada 13 September 1904, Kartini melahirkan seorang putra yang diberi nama Raden Mas Soesalit.

Proses persalinan itu berjalan lancar, ibu dan bayi dalam keadaan sehat.

Empat hari kemudian, tepatnya 17 September 1904, datanglah seorang dokter Belanda bernama dr. Van Ravesteyn.

Dokter tersebut datang untuk memeriksa keadaan Kartini dan anaknya.

Hasil pemeriksaan mengatakan keduanya sehat dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Bahkan mereka sempat minum anggur bersama untuk keselamatan ibu dan bayi.

Setelah minum anggur itulah, Kartini langsung sakit dan hilang kesadaran.

Ravesteyn, yang sedang berkunjung ke rumah lain, cepat-cepat datang kembali.

Perubahan kondisi itu terjadi begitu mendadak dan tidak wajar.

Setengah jam kemudian, dokter tidak bisa menolong nyawa pemikir wanita Indonesia yang pertama ini.

Kartini akhirnya meninggal dunia dalam usia 25 tahun.

Desas-desus pun berkembang setelah peristiwa tersebut.

Banyak pihak yang mengatakan Kartini telah diracun.

Baca: Warga Bandung Termasuk dalam Korban Kecelakaan di Jepang

Permainan jahat dari Belanda ingin agar Kartini bungkam dari pemikiran-pemikiran majunya yang ternyata berwawasan kebangsaan.

Tapi, meski banyak desas-desus negatif tentang kematian Kartini, Sutiyoso Condronegoro, keponakan dari Kartini, mengatakan bahwa keluarga menerima dengan ikhlas meninggalnya Kartini.

Keluarga menganggap kematian Kartini murni karena dia berjuang untuk melahirkan anaknya.

Keluarga pun tidak mengusut lagi tentang penyebab kematian Kartini, sehingga dugaan pembunuhan itu tetap menjadi misteri.

Namun ada pendapat yang berbeda yang dinyatakan oleh para dokter modern di era sekarang.

Para dokter berpendapat Kartini meninggal karena mengalami Preeklampsia.

Preeklampsia adalah kondisi dimana ibu hamil mengalami tekanan darah tinggi dan kelebihan kadar protein dalam urine.

Tekanan darah normal manusia sekitar 120/80 mmHg, sedangkan ibu hamil dengan Preeklampsia tekanan darahnya bisa mencapai di atas 130/90 mmHg.

Kondisi tersebut memang sangat berbahaya untuk ibu hamil dan bisa mengakibatkan kematian.

Namun pendapat ini juga tidak bisa dibuktikan seratus persen benar, karena dokumen dan catatan riwayat kematian Kartini tidak bisa ditemukan.

Baca: Pernah Dapat SMS Diminta Telepon Nomor Gadis Kesepian? Ini yang Terjadi Jika Dihubungi, Astaga. . .

Sampai saat ini, penyebab pasti kematian Kartini masih menjadi tanda tanya.

Akan tetapi terlepas dari desas-desus dan dugaan yang beredar tersebut, kita bisa mengambil benang merah bahwa Kartini meninggal sebagai seorang ibu yang berjuang untuk anaknya.

Sampai akhir hayatnya, Kartini masih terus berjuang, setidaknya untuk anaknya sendiri (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved