Asep Warlan : KBU Tidak Bisa Diselesaikan Secara Sendiri-sendiri dan Saling Menyalahkan

Guru Besar Unpar ini mengatakan semua lapisan pemerintahan dan instansi mulai dari tingkat pusat sampai daerah harus duduk bersama

www.kpu.go.id
Asep Warlan Yusuf 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, M Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pakar Hukum Tata Ruang dan Ilmu Perundang-undangan Asep Warlan Yusuf, mengatakan permasalahan lingkungan hidup di Kawasan Bandung Utara (KBU) yang kerap berdampak bencana tidak bisa diselesaikan dengan saling menyalahkan antara pihak yang satu dengan yang lainnya.

Guru Besar Universitas Parahyangan ini mengatakan semua lapisan pemerintahan dan instansi mulai dari tingkat pusat sampai daerah harus duduk bersama membuat paket penyelesaian masalah tersebut yang terintegrasi.

Jika perlu, Presiden RI harus turun tangan mengoordinasikan berbagai kepentingan di KBU.

Asep mengatakan selama ini peraturan mengenai tata ruang, lingkungan hidup, perumahan, kehutanan, sumber daya air, sampai pariwisata, di KBU sudah berjalan sesuai bagiannya.

Baca: VIDEO: Serunya Teatrikal Peristiwa Bandung Lautan Api di Balai Kota Bandung

Hanya saja, tidak ada keterpaduan antarsektor untuk menyelesaikan masalah pembangunan atau pengendalian lingkungan di KBU.

Banyaknya pihak yang berkepentingan di KBU, mulai dari pemerintah daerah, Perhutani, PTPN, BKSDA, sampai masyarakat, membuat masing-masing pihak saling menyalahkan saat bencana terjadi.

Akibatnya, masing-masing instansi hanya melakukan upaya jangka pendek dan sendiri-sendiri dalam menyelesaikan masalah lingkungan tersebut.


"Penyelesaiannya, pemerintah dari tingkat pusat sampai daerah yang masing-masing membawahi sejumlah sektor, duduk bersama, merumuskan regulasi pengendalian lingkungan, sepaket dengan penegakan hukumnya. Seperti yang dilakukan untuk penanganan Citarum melalui peraturan presiden," kata Asep saat dihubungi, Sabtu (24/3/2018).

Jika pihak-pihak yang berkepentingan di KBU ini tetap saling menyalahkan atau melempar tuduhan penyebab bencana di KBU, katanya, masyarakat dapat menilai bahwa pemerintah yang terbagi dalam beberapa bagian ini cenderung tidak mau menyelesaikan masalah pembangunan yang masif dan pengendalian lingkungan di KBU.

Selama ini, katanya, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat pun menggembor-gemborkan kawasan Lembang sebagai daerah perkembangan pariwisata, dan daerah lainnya mulai Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan Cimahi pun terus membangun permukiman dan bangunan lain di kawasan utara untuk kebutuhan masyarakatnya.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang telah membatasi pembangunan di KBU dengan peraturan daerahnya pun kerap disalahkan karena dianggap tidak mampu menjaga KBU dari kerusakan lingkungan. Begitu juga Perhutani atau PTPN yang dinilai sejumlah pihak membiarkan petani menggarap lahannya untuk penanaman sayuran sehingga menyebabkan erosi.

Semua pembangunan ini, katanya, bisa saja dilakukan sesuai dengan regulasi yang ada, namun tidak terintegrasi dalam menyelesaikan masalah lingkungannya. Contoh, pembangunan perumahan atau bangunan lainnya di KBU tidak bisa disalahkan begitu saja sebagai penyebab bencana banjir karena semuanya telah dilakukan sesuai prosedur dan peruntukkannya.

"Kalau penataan tata air dan penataan hutan tidak terintegrasi, ini juga jadi masalahnya. Bukan hanya masalah perumahan atau pertanian. Kata petani, mereka bertani di situ sejak dulu, dan perumahan didirikan di lahan yang sesuai peruntukannya. Jadi semua harus diintegrasikan dari hulu hingga hilir dalam satu paket. Jangan hanya saling menyalahkan," katanya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved