Headline Koran Tribun Jabar

Kriminolog Sebut Predator Anak Harus Dihukum Maksimal, Jokowi Pernah Minta Ada Hukuman Kebiri

Menurutnya, kasus pencabulan masuk dalam delik kesusilaan namun tidak selalu harus delik aduan.

Penulis: Ragil Wisnu Saputra | Editor: Tarsisius Sutomonaio
Tribun Jabar/Mega
Tersangka kasus pencabulan terhadap 11 anak, Aun seorang guru informal di Mapolrestabes Bandung, Jumat (12/1/2018). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ragil Wisnu Saputra

TRIBUNJABAR.CO.ID, BANDUNG- Kriminolog Universitas Padjajaran (Unpad), Yemsil Anwar, mengatakan kejahatan seksual atau pencabulan terhadap anak, masuk dalam kategori delik kesusilaan.

Tersangka bisa dikenal pasal dari KUHPidana dan Undang-undang Perlindungan Anak.

"Hukumannya tentu harus maksimal apalagi jika berkaitan dengan anak. Karena pada dasarnya anak itu ada di dalam kekuasaan pelaku," ujar Yemsil Anwar kepada Tribun via sambungan telepon, Jumat (12/1/2017).

Menurutnya, kasus pencabulan masuk dalam delik kesusilaan namun tidak selalu harus delik aduan.

Kendati demikian, kasus seperti itu pun bisa di proses hanya dengan delik aduan. Artinya, harus ada unsur-unsur kuat untuk mempidanakan pelaku.

Unsur-unsur tersebut seperti melakukan visum, olah tempat kejadian perkara, menanyakan saksi-saksi termasuk menanyakan saksi korban.

"Perlu ada pendalaman dalam proses hukumnya. Karena jika saksi korban adalah anak-anak terkadang kesaksiannya tidak sepenuhnya bisa dipegang teguh. Terus jangan sampai ada kegaduhan apalagi melibatkan guru ngaji. Jadi harus betul-betul didalami sebab-sebabnya," kata Yemsil Anwar.

Menurut Yemsil Anwar, kejahatan seksual terhadap anak ini masuk dalam kategori pedofilia. Menurut dia, pelaku kejahatan ini bisa dilakukan oleh laki-laki mau pun perempuan.

Baca: Sempat Absen di 3 Uji Coba, Ezechiel NDouassel Disebut Siap Tampil di Piala Presiden

Di Indonesia sendiri, kejahatan ini seperti fenomena gunung es. Terlihat sedikit tapi pada kenyataannya sangat besar dan tidak diketahui secara luas.

"Korban kejahatan ini di antaranya balita, batita bahkan anak umur di atas 12 tahun. Karena sudah berat situasinya (kasus), Presiden Jokowi dulu sempat meminta ada hukuman kebiri," ujar Yemsil Anwar.

Yemsil Anwar mengatakan, kejatahan seksual terhadap anak ini perlu digaris bawahi. Sebab, kejahatan seperti ini bersembunyi di balik sosio-kultural dan sosio-religi.

Kedua faktor ini menjadi penyebab mudahnya seseorang melakukan praktek kejahatan seksual.

"Dalam kultur, anak umur di atas 12 tahun di kampung-kampung biasanya dianggap bisa menikah. Belum lagi, biasanya dididik untuk sopan dan enggak boleh kurang ajar ke orangtua. Misalnya, jika dipeluk paman atau gurunya ya tidak boleh marah dan sebagainya," katanya.

Dalam sosio-religi sendiri, imbuhnya, pelaku seringkali membuat inisiatif yang justru melahirkan praktek-praktek yang tidak baik terhadap unsur perlindungan anak.

Hal ini tentu saja menjadi sebuah peluang bagi pelaku untuk melakukan aksi jahatnya.

Belum lagi, pelaku memberikan sugesti-sugesti, seduction (rayuan), pun hingga "iming-iming" insentif untuk menjalankan aksi jahatnya dengan memanfaatkan kultur seremonial yang sangat melekat di dunia santri.

Baca: Lolos Penerimaan CPNS 2017, Belasan Calon Hakim Malah Mengundurkan Diri, Ada Apa?

Seperti praktek ritual-ritual keagamaan yang selama ini memang sudah ada di dunia pondok pesantren.

"Jadi awal dari kultur. Adanya kepatuhan dan ketakutan terhadap guru ngaji. Lalu peluang itu muncul, kemudian pelaku membuat praktek semacam ritual yang diamini jika tidak dilakukan maka tidak afdol. Di situ terjadi kejahatan seksual tanpa ada paksaan," ucap dia seraya mengatakan pendidikan seks kepada anak masih kurang karena dianggap tabu.

Yesmil mengatakan, sebetulnya kasus kejahatan seksual ada di dalam dua tingkatan. Yang pertama sexual harassment (pelecehan seksual) dan yang kedua delik kesusilaan.

Jika dalam dua tingkat kejahatan seksual tersebut apa yang dituduhkan kepada pelaku betul-betul terbukti, maka hukumannya bisa dijatuhkan.

"Umumnya lima sampai tujuh tahun kurungan penjara, Tapi jika berkenaan dengan anak-anak, ini bisa mencapai 15 tahun bahkan lebih. Bahkan ada yang seumur hidup jika dilakukan dengan kekerasan," kata dia.(*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved