Headline Koran Tribun Jabar
Kriminolog Sebut Predator Anak Harus Dihukum Maksimal, Jokowi Pernah Minta Ada Hukuman Kebiri
Menurutnya, kasus pencabulan masuk dalam delik kesusilaan namun tidak selalu harus delik aduan.
Penulis: Ragil Wisnu Saputra | Editor: Tarsisius Sutomonaio
"Dalam kultur, anak umur di atas 12 tahun di kampung-kampung biasanya dianggap bisa menikah. Belum lagi, biasanya dididik untuk sopan dan enggak boleh kurang ajar ke orangtua. Misalnya, jika dipeluk paman atau gurunya ya tidak boleh marah dan sebagainya," katanya.
Dalam sosio-religi sendiri, imbuhnya, pelaku seringkali membuat inisiatif yang justru melahirkan praktek-praktek yang tidak baik terhadap unsur perlindungan anak.
Hal ini tentu saja menjadi sebuah peluang bagi pelaku untuk melakukan aksi jahatnya.
Belum lagi, pelaku memberikan sugesti-sugesti, seduction (rayuan), pun hingga "iming-iming" insentif untuk menjalankan aksi jahatnya dengan memanfaatkan kultur seremonial yang sangat melekat di dunia santri.
Baca: Lolos Penerimaan CPNS 2017, Belasan Calon Hakim Malah Mengundurkan Diri, Ada Apa?
Seperti praktek ritual-ritual keagamaan yang selama ini memang sudah ada di dunia pondok pesantren.
"Jadi awal dari kultur. Adanya kepatuhan dan ketakutan terhadap guru ngaji. Lalu peluang itu muncul, kemudian pelaku membuat praktek semacam ritual yang diamini jika tidak dilakukan maka tidak afdol. Di situ terjadi kejahatan seksual tanpa ada paksaan," ucap dia seraya mengatakan pendidikan seks kepada anak masih kurang karena dianggap tabu.
Yesmil mengatakan, sebetulnya kasus kejahatan seksual ada di dalam dua tingkatan. Yang pertama sexual harassment (pelecehan seksual) dan yang kedua delik kesusilaan.
Jika dalam dua tingkat kejahatan seksual tersebut apa yang dituduhkan kepada pelaku betul-betul terbukti, maka hukumannya bisa dijatuhkan.
"Umumnya lima sampai tujuh tahun kurungan penjara, Tapi jika berkenaan dengan anak-anak, ini bisa mencapai 15 tahun bahkan lebih. Bahkan ada yang seumur hidup jika dilakukan dengan kekerasan," kata dia.(*)