Eksklusif Tribun Jabar
EKSKLUSIF: Bandung Mengkhawatirkan, Alami Kekeringan Padahal Punya Banyak Mata Air
Misal di Ujungberung. Itu ada 11 seke yang sudah teridentifikasi. Tapi hanya satu yang tersisa. Ironis sekali.
Penulis: Ragil Wisnu Saputra | Editor: Kisdiantoro
Laporan Tim Liputan Khusus Tribun Jabar
TRIBUNJABAR.CO.ID, BANDUNG - Mata air atau seke dalam bahasa Sunda, di sejumlah titik di Kota Bandung, yang diharapkan bisa menjadi solusi kekuarangan air bersih di musim kemarau, ternyata tidak bisa diandalkan.
Padahal Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan musim kemarau di Jawa Barat, termasuk di Kota Bandung, berlangsung pada Juli hingga Agustus 2017 dan masih akan berlanjut pada September.
Dari 400 seke yang diduga ada, setidaknya baru 101 yang sudah teridentifikasi oleh Forum Jagaseke Tatar Sunda (FJTS) dan hanya 20 persen yang sudah terdata dan terdeteksi titik koordinatnya.
Itu pun tak semuanya menghasilkan debit air yang besar. Dari 20 persen seke yang telah terdata dan terdeteksi koordinatnya, kurang dari 10 persen jumlah seke yang debit airnya masih bisa mengalir.
Namun, seke dengan debit air yang masih stabil pada saat musim kemarau, hanya terinventarisasi empat titik yang memang dijaga oleh relawan jagaseke.
"Ada empat yang masih bisa dikatakan stabil debitnya, yaitu Seke Genjer Tujuh, Seke Areung, Seke Cibarunai, dan Seke Cibeunta. Itu pun rata-rata debitnya satu menit mengeluarkan lima liter air," kata Ketua Umum FJTS, Dadang Abdul Haris, kepada Tribun saat ditemui di Seke Genjer Tujuh, Jalan Terusan Cigadung, Kelurahan Cigadung, Kota Bandung, Kamis (7/9).
Heboh di Media Sosial, 'Messi' dari Indonesia Dinilai Cocok Bergabung dengan Persib Bandung https://t.co/CNfaMBcv8q via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) September 8, 2017
Dadang mengatakan, di Kota Bandung sebetulnya banyak terdapat seke, baik seke yang ukurannya kecil maupun besar.
Akan tetapi, seke ukuran besar justru dimanfaatkan dan dikuasai oleh perusahaan-perusahan atau digunakan pribadi untuk kepentingan komersial.
Adapun seke yang berukuran kecil, kata dia, saat musim kemarau mengalami kekeringan karena debitnya menurun. Selain itu, banyak seke dengan ukuran kecil yang tidak terawat ataupun terdekteksi titik koordinatnya.
"Misal di Ujungberung. Itu ada 11 seke yang sudah teridentifikasi. Tapi hanya satu yang tersisa. Ironis sekali. Bandung banyak seke tapi masih banyak kekurangan air," ucapnya seraya mengatakan kekurangan air terjadi tidak hanya pada saat musim kemarau.
Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan (DLHK) Kota Bandung pun mencatat hanya ada 20 seke di Kota Bandung.
"DLHK telah membangun kolaborasi dengan komunitas yang peduli terhadap jaga seke, di antaranya Forum Jagaseke Tatar Sunda," ujar Kepala DLHK Kota Bandung, Salman Fauzi, di kantornya, Rabu (5/9).
Menurut Salman, DLHK sangat mengapresiasi kepedulian warga terhadap seke sehingga dalam kegiatan menjaga dan memelihara seke, komunitas peduli seke tersebut dilibatkan.
Salman mengatakan, sejak 2015 hingga saat ini ada 20 seke yang difasilitasi Pemerintah Kota Bandung melalui pembangunan turap, penangkap air, dan penghijauan.
Menurut Salman, ke depan, tentu harus ada langkah agresif untuk menata seke yang belum mendapat sentuhan pemerintah.
"Kami berharap ada sumber-sumber pendanaan lain yang bisa melakukan penataan seke, baik dari CSR, APBD provinsi dan nasional, maupun dari sumber pendanaan lainnya yang tidak mengikat," ujar Salman. (Tim Lipsus Tribun Jabar)