Sedih! Wanita ini Selalu Bersembunyi di Balik Make Up, saat Dihapus, Ternyata Begini Wajah Aslinya
Mariah Perkins baru berusia 11 tahun saat dirinya melihat ada titik putih kecil di jarinya. Di sanalah bencana bermula.
Penulis: Indan Kurnia Efendi | Editor: Indan Kurnia Efendi
TRIBUNJABAR.CO.ID - Mariah Perkins baru berusia 11 tahun saat dirinya melihat ada titik putih kecil di jarinya.
Semula dirinya tidak terlalu memuikirkan perubahan aneh itu.
Ibunya pun menyuruh Mariah Perkins agar tidak mempedulikan titik putih itu.
Melansir dari Metro.co.uk, setelah beberapa bulan, malah muncul titik-titik putih baru di berbagai tempat dalam tubuh Mariah.
Ada di lengan, bawah hidung, dan di dekat matanya.
Hal tersebut membuat sebagian kulit Mariah Perkins kehilangan warna asliny, yaitu berubah jadi pucat.
"Ketika muncul di wajah saya, ibu saya membawa saya langsung ke dokter," ungkap Mariah Perkins yang sekarang sudah berusia 20 tahun kepada Mirror.
Saat menemui dokter, barulah di sana penyakit Mariah terungkap.
"Saat itulah saya diberitahu bahwa saya menderita vitiligo, suatu kondisi yang menyebabkan kulit saya kehilangan pigmentasi," ungkapnya.
Di satu sisi Mariah merasa lega karena sudah tahu penyakitnya, tapi di sisi lain diriyna semakin cemas akan apa yang terjadi kemudian.

Dokter sendiri tidak tahu secarapa pasti apa penyebab vitiligo yang telah menyerang sekitar 20 juta orang di seluruh dunia itu.
Meskipun vitiligo tidak mengancam nyawa, tapi penyakit ini bisa berdampak pada mental penderitanya.
Begitu pun yang dirasakan Mariah, ia kehilangan kepercayaan diri yang cukup besar.
"Ini adalah perjuangan yang berbeda dari yang lain. Saya tidak pernah merasa cantik atau imut," ungkap Mariah.

Seiring berjalannya waktu, titik-titik putih dalam tubuh Mariah menyatu menjadi bagian putih besar di atas kulit.
Sebagian besar wajah dan tangan Mariah sekarang berwarna putih.
Saat melihat potretnya sendiri, Mariah menyadari bagaimana vitiligo telah benar-benar menyebar.
Ia mempunyai solusi cerdas, yaitu menutupi penyakitnya itu dengan make up.
"Saya akan menghabiskan sekitar 45 menit untuk menerapkan make-up saya, memastikan setiap bagian wajah saya tertutup dan mencoba membuatnya terlihat sealami mungkin," kata Mariah.
Mariah tidak membiarkan orang-orang tahu terhadap penyakitnya selain keluarganya sendiri.
Dalam satu kondisi Mariah menginap di rumah temannya, dirinya pasti memakai make up sembari tidur dan bangun lebih awal.
Orang-orang Berhenti Menatap

Saat Mariah berusia 13 tahun, ia adalah satu-satunya orang di kelas yang memakai make up.
Ia merasa tidak enak melihat penampilannya berbeda.
Tapi di sisi lain ia tak ingin memperlihatkan kelainan yang dimilikinya kepada orang lain.
Vitiligo yang dideritanya membuat Mariah merasa tidak percaya diri saat berhadapan dengan laki-laki.
"Saya sangat sadar akan kondisi ini ketika berada di sekitar anak laki-laki," kata Mariah.
"Saya tidak bisa memeluk orang, tidak ada yang bisa menyentuh wajah ini. Saya selalu takut mengacaukan make up dan akan selalu melihat cermin," tambahnya.

Mariah kemudian melanjutkan studi di Baltimore mengambil program Sosiologi & Peradilan Pidana.
Keluarganya sempat khawatir tentang bagaimana Mariah bisa mengatasi lingkungan yang berbeda, ia harus menjelaskan kepada sekelompok orang baru tentang kulitnya.
Tapi Mariah yakin dirinya bisa lebih nyaman berada di universitas.
"Saya pikir ini (kuliah) akan menakutkan, tapi malah lebih mudah daripada bersekolah di sekolah menengah," tutur Mariah.

"Saya punya banyak teman, dan mereka mengatakan bahwa saya tidak perlu memakai make up sama sekali.
Karena di universitas orang bisa lebih menerima dan positif," tambahnya.
Secara bertahap, kepercayaan Mariah mulai tumbuh.
Mariah sudah bisa bersosialisasi dengan teman-temannya tanpa lapisan make up yang tebal.