Sidan Buni Yani

Jaksa Tersinggung karena Ucapan Buni Yani dalam Persidangan

"Kita bukan mengada-ada tapi mencari kebenaran material. Itu tujuan di sini dalam persidangan. Jadi bukan menjelek-jelekkan," ujar Andi M. Taufik.

Penulis: Theofilus Richard | Editor: Tarsisius Sutomonaio
TRIBUNJABAR.CO.ID/THEOFILUS RICHARD
Buni Yani dalam persidangan di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Selasa (15/8/2017). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Theofilus Richard

TRIBUNJABAR.CO.ID, BANDUNG- Dalam sidang lanjutan Buni Yani, Selasa (15/8/2017), satu di antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) sempat mengaku karena ujaran terdakwa Buni Yani.

Persidangan digelar di  di Gedung Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung.

Buni Yani sempat menyebut banyak orang bicara di persidangan tanpa tahu apa-apa dan seperti tidak sekolah.

Baca: Bom Kimia yang Akan Diledakkan Sangat Berbahaya, Ini Kata Polisi

Ditemui wartawan saat Ishoma, JPU Andi M. Taufik menjelaskan hal tersebut.

"Kalimatnya terdakwa Buni Yani itu (dipahami) kita semua dianggap tidak sekolah," ujar Andi M. Taufik.

Ia mengatakan tujuannya dalam persidangan ini hanya mencari fakta material.

"Kita bukan mengada-ada tapi mencari kebenaran material. Itu tujuan di sini dalam persidangan. Jadi bukan menjelek-jelekkan," ujar Andi M. Taufik.

Dalam persidangan, Buni Yani kerap mempertanyakan rekam jejak akademis para ahli.

Ia juga menanyakan penelitian yang dilakukan para ahli.

Buni Yani mengatakan ia menginginkan pernyataan ahli yang bersifat ilmiah dan telah dibuktikan dalam penelitian. (*)

Ahli Bahasa Sebut Pengurangan Kalimat Bisa Mengubah Makna

Ahli bahasa yang dihadirkan pada sidang lanjutan bagi terdakwa Buni Yani menyebutkan, pengurangan kalimat bisa mengubah makna kalimat semula.

"Kalau ada kata yang dihilangkan, ditambah atau diubah, satu atau sebagian, itu sudah ujaran yang berbeda," ujar Kris Sanjaya, ahli bahasa yang dihadirkan pada sidang Buni Yani, Selasa (15/8/2017).

Menurutnya, kehilangan satu atau sebagian kata dalam sebuah kalimat, maksud dan makna sebuah kalimat menjadi tidak asli.


Seharusnya, dalam sebuah kalimat, kata Kris Sanjaya, harus memiliki maksud dan makna yang sama.

Ia juga mengatakan setiap tanda baca  yang digunakan pada suatu kalimat memiliki makna tertentu.

"Setiap notasi punya makna. Tanda titik atau tanda koma atau tanda tanya atau tanda kurung, itu harus diperhatikan penulis," kata Kris Sanjaya.

Dalam pemeriksaan Kris Sanjaya menjawab beberapa pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan penasihat hukum dalam bentuk ilustrasi.

Beberapa ilustrasi ditampilkan untuk mengetahui makna kata dan tulisan.

Baca: Michael Essien Foto Bareng Presenter Cantik, Netizen: Nakal, Pegang-pegang Segala

 Satu di antara ilustrasi yang digunakan adalah kalimat 'Makan pakai sendok'.

Ilustrasi tersebut digunakan JPU untuk mengetahui makna kata 'pakai'.

Penasihat hukum Buni Yani pun menggunakan ilustrasi.

Ilustrasi yang digunakan adalah menunjukan animasi yang disertai kepsyen mengenai 'Penistaan Terhadap UUD 1945'.

Ilustrasi tersebut dimaksudkan penasihat Buni Yani untuk mengetahui makna dari rangkaian sebuah kepsyen.

Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan empat saksi ahli.

Baca: Kerap Berfoto Mesra dengan Pacarnya, Artis Muda Ini Curhat Setelah Putus Hubungan

Sebelum Kris Sanjaya, ahli digital forensik, Suji Purwanto lebih dulu menyampaikan keterangannya.

Selain Kris Sanjaya dan Suji Purwanto, dua ahli lainnya yang dihadirkan sebagai saksi ahli adalah ahli agama dan ahli sosiologi.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved