Kelompok Perkusi Black Two March, Dari Sulit Mencari Tempat Latihan Sampai Punya Sanggar Sendiri
Black Two March pernah diprotes oleh tetangga saat berlatih di rumah karena berisik.
Penulis: Yongky Yulius | Editor: Jannisha Rosmana Dewi
Laporan wartawan Tribun Jabar, Yongky Yulius
TRIBUNJABAR.CO.ID, BANDUNG - Kelompok Black Two March adalah kelompok yang memainkan musik perkusi secara berbeda.
Saat di Car Free Day (CFD) Dago, Bandung, Minggu (13/8/2017), mereka menggunakan alat-alat bekas untuk menghasilkan musik perkusi.
Trivialdo, seorang anggota Black Two March, kepada TribunJabar.co.id, mengaku memilih barang bekas karena bunyinya berbeda.
"Pakai barang bekas seperti drum, ember, atau panci itu bunyinya beda. Bunyinya lebih alami. Kami lebih suka memakai barang bekas," ujar Trivialdo.
Ia mengaku, hal yang paling sulit dilakukan bukan saat tampil, namun saat latihan.
Trivialdo sudah berlatih perkusi sejak tahun 2011. Artinya, ia sudah enam tahun lebih menggeluti dunia perkusi.
Menurutnya, hal paling sulit adalah mencari tempat latihan.
Karena, tidak semua tempat dapat menerima bunyi-bunyian keras dari musik perkusi.
Ia dan Black Two March pernah diprotes oleh tetangga saat berlatih di rumah karena berisik.
Karenanya, Black Two March pun harus mencari tempat yang sesuai.
Sekarang, mereka memiliki sanggar khusus yang digunakan sebagai tempat latihan.
Persiapan tampil di CFD Dago, kata Trivialdo, hanya membutuhkan dua atau tiga hari latihan saja.
Tambahnya, kedelapan anggota Black Two March sebelumnya memang sudah mahir bermain musik perkusi.
Jadi, hanya tinggal melakukan penyesuaian saja untuk tampil di CFD Dago yang ramai pengunjung.
Kepada TribunJabar.co.id, Trivialdo pun berharap musik perkusi bisa ditambah lagi kompetisi atau perlombaannya.
Menurutnya, di Indonesia, perlombaan musik perkusi hanya ada sedikit.
Jadi, pemusik perkusi kesulitan untuk mengasah bakat dan kemampuannya.