Bunker Peninggalan Jepang di Maluku Utara Ini, Menghadap ke Laut dengan Pemandangan Eksotis

Kedua bunker ini tepat berada bibir Pantai Halmahera atau Pantai Hate Tabako. Jarak dengan pantai hanya sekitar 20 meter.

Penulis: Ragil Wisnu Saputra | Editor: Ichsan
Tribunjabar/Ragil Wisnu Saputra
Morotai 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ragil Wisnu Saputra

⁠⁠⁠⁠⁠TRIBUNJABAR.CO.ID, HALMAHERA TIMUR - Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan sejarah perang dunia ke II. Banyak peninggalan perang dunia ke II di Indonesia, mulai dari Sabang hingga Merauke. Satu peninggalan perang dunia II juga terdapat di Provinsi Maluku Utara, tepatnya di Desa Hate Tabako, Kecamatan Wasile Tengah, Halmahera Timur.

Di desa ini yang letaknya kurang lebih 167 kilometer dari Ibu Kota Maluku Utara, Sofifi, terdapat beberapa bunker pertahanan Jepang. Bunker ini menjadi saksi tentara Jepang saat melawan sekutu pada 1943-1944.

Baca: Museum Geologi Hadirkan Petualangan dan Pengetahuan Bagi Pengunjung

Di hari ke lima petualangan Tim Ekspedisi Terios 7-Wonders Wonderful Moluccas (T7W 2017), Selasa (18/7/2017), tim berkesempatan mengunjungi beberapa bunker ini. Tim bergerak ke Desa Hate Tabako dari Desa Subaim, Kecamatan Wasile pada pukul 06.00 WIT, setelah sebelumnya beristirahat disebuah penginapan di wilayah tersebut.

Baca: Djanur Mengundurkan Diri, Ini Kriteria Pelatih Ideal Menurut Ebith Beat A

Jarak tempuh yang dibutuhkan memakan waktu hingga kurang lebih satu jam perjalanan. Pasalnya, jarak dari Desa Subaim hingga Desa Hate Tabako mencapai kurang lebih 30 meter dengan trek yang tidak begitu mulus. Namun, karena menggunakan empat mobil Terios R Adventure jenis SUV, petualangan tim tidak menjadi kendala.

Setelah melalui perjalanan jarak pendek, tim pun tiba di lokasi. Untuk mencapai lokasi bunker, tim harus masuk ke dalam sebuah perkebunan kelapa sekitar 100 meter dari jalan desa. Dua bunker bekas tentara Jepang yang kondisinya sudah memprihatinkan karena dimakan usia menyambut tim.

Morotai
Maluku Utara (Tribunjabar/Ragil Wisnu Saputra)

Kedua bunker ini tepat berada bibir Pantai Halmahera atau Pantai Hate Tabako. Jarak dengan pantai hanya sekitar 20 meter. Di lokasi kedua bunker ini, tim pun disuguhi pemandangan keindahan laut lain di Provinsi Maluku Utara.

"Ini adalah dua bunker pertahanan Jepang saat menghadapi sekutu pada Perang Pasifik atau Perang Dunia II. Tapi kondisinya seperti ini (memprihatinkan). Karena terkena abrasi, mulut bunker jadi tertutup pasir," kata ujar Azis Momandah (37), Staf Bidang Promosi Dinas Pariwisata Maluku Utara.


Tim pun hanya bisa mengamati kedua bunker ini sekaligus mengabadikan gambarnya. Setelah itu tim melanjutkan ke satu bunker lainnya yang masih bisa untuk dimasuki. Bunker ini letaknya sekitar 100 meter dari kedua bunker utama.

Tim pun kemudian mengeksplorasi bunker ketiga untuk melihat isi atau pun ruangan di dalam bunker dengan menggunakan penerangan. Pasalnya, kondisi bunker sangat gelap.

"Perbedaan tentara Portugis, Belanda, Spanyol kalau membangun pertahanan itu bangungannya menjulang ke atas mirip benteng. Kalau Jepang menggali tanah untuk dijadikan bunker dan untuk menipu musuhnya," kata dia.

Azis mengatakan, pembuatan bunker di wilayah Hate Tabako ini, selain menghalau serangan udara dan laut oleh tentara sekutu, juga untuk strategi tipu daya untuk mempertahankan wilayahnya.


Tentara Sekutu justru salah sasaran dan mengira basis tentara Jepang berada di Pulau Morotai. Tentunya, dengan adanya bunker tersebut tentara Sekutu mengira tidak ada pendudukan Jepang di Hate Tabako dan sekitarnya.

"Jadi Jepang memang menaruh sedikit tentara di Morotai. Tapi itu hanya strategi untuk memancing Sekutu masuk ke Morotai. Karena banyak alat-alat perang yang juga tersebar di Halmahera Timur dan Halmahera Utara, saat itu Sekutu pun saat menguasai Morotai juga diserang Jepang dari Utara dan Timur," kata dia.

Selain itu, sekitar kurang lebih dua kilometer sebelah barat dari lokasi bunker, ada sebuah meriam saksi kegagahan tentara Jepang. Meriam ini digunakan untuk menghalau serangan udara dari tentara Sekutu. Ukurannya pun sangat besar dan dibuatkan pondasi di dalam tanah.


Meriam ini kini sudah berkarat. Namun, uniknya moncong meriam terlihat rusak. Rusaknya moncong tersebut bukan disebabkan terkena serangan tentara Sekutu. Namun, moncong meriam rusak karena diledakkan sendiri oleh tentara Jepang setelah kalah dan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.

"Mereka meledakkan meriam agar tidak bisa digunakan lagi atau diambil alih Sekutu. Tentara Jepang juga membuang senjatanya agar tidak diambil oleh sekutu. Itu setelah Nagasaki dan Hiroshima di bom oleh Sekutu yang pesawatnya start dari Morotai dipimpin oleh Douglas Mc Arthur," kata dia.

Usai itu, tim kembali melanjutkan perjalanan ke wilayah Jailolo untuk menuju ke Desa Budaya Sasadu yang berada di Halmahera Barat. Jarak Desa Budaya Sasadu Dari Wasile mencapai sekitar 176 kilometer.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved