Jejak Penyebaran Islam

Sunan Gunung Jati, Menikahi Putri Kaisar Cina dan Mengislamkan Ribuan Prajurit

Selain sebagai seorang penyebar agama Allah, Sunan Gunung Jati juga merupakan seorang pemimpin. Ia adalah raja pertama

Penulis: Ragil Wisnu Saputra | Editor: Kisdiantoro
TRIBUN JABAR/RAGIL WISNU SAPUTRA
Makam Sunan Gunung Jati di Gunung Sembung, Desa Astana, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ragil Wisnu Saputra

TRIBUNJABAR.CO.ID - Syarief Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari sembilan orang wali yang sangat terkenal sebagai penyebar agama islam di Pulau Jawa.

Cucu dari Prabu Siliwangi ini merupakan tokoh berpengaruh dalam penyebaran islam di tanah Cirebon setelah Syekh Dzatul Kahfi dan juga pamannya, Mbah Kuwu Sangkan atau Raden Mas Walangsungsang yang merupakan kakak dari ibunya, Nyi Mas Lara Santang atau Syarifah Mudaim.

Makam Sunan Gunung Jati berada di Gunung Sembung tepatnya di Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon. Makamnya berseberangan dengan makam Syekh Dzatul Kahfi yang juga merupakan gurunya. Kedua makam waliyullab ini hanya terpisah dari Jalan Raya Cirebon-Indramayu.

Sunan Gunung Jati sebelumnya tinggal di Timur Tengah bersama ibunya. Karena pada awalnya Nyi Mas Lara Santang yang disuruh menunaikan ibadah haji oleh gurunya yakni Syekh Dzatul Kahfi, justru menetap dan menikah dengan raja arab yang bernama Syarif Abdullah.

Dari pernikahan itu, Nyi Mas Lara Santang dianugerahi dua ornag putra. Yang pertama Syarif Hidayatullah atau Sunan Gung Jati dan Syarif Nurullah.

Saat beranjak dewasa, Sunan Gunung Jati disuruh untuk meneruskan tahta kerajaan oleh ayahnya. Namun, ia menolak dan bertekad ingin menyebarkan agama Islam. Kemudian Sunan Gunung Jati memberikan mandat kepada adiknya untuk mengambil alih kerajaan.

Sedangkan ia dan ibunya kembali ke tanah jawa untuk menyebarkan agama Islam. Kala itu umurnya baru sekitar 25 tahun atau pertengahan abad ke 14 Masehi.

Selain sebagai seorang penyebar agama Allah, Sunan Gunung Jati juga merupakan seorang pemimpin. Ia adalah raja pertama dari Kesultanan Cirebon yang semula bernama Keraton Pakungwati yang didirikan oleh pamannya sendiri.

Beredar jika Sunan Gunung Jati adalah seseorang yang sangat toleran. Dari mana pun wilayahnya berasal, latar belakangnya seperti apa dan agamanya apa, masyarakat pada jaman kepemimpinannya tak pernah ditolak jika datang bertamu atau berkunjung ke rumahnya (sekarang dijadikan lokasi makamnya).

"Kanjeng Sunan adalah orang yang sangat toleran. Siapa pun boleh berkunjung. Bahkan sejak beliau masih hidup hingga wafatnya orang dari golongan mana pun dan agama apapun boleh berkunjung ke rumah yang sekarang jadi tempat istirahat terakhirnya," ujar Jeneng HM Imron, Pemangku Keramat Makam Sunan Gunung Jati di kediamannya, Senin (5/6).

Sifat toleran Sunan Gunung Jati tersebut ternyata diaplikasikan pada bangunan makamnya. Sekilas, bangunan makam waliyullah tersebut berkombinasi tiga gaya arsyiketur. Yakni arsitektur Cina, Arab dan Jawa.

Arsitektur Cina terdapat pada dinding-dinding bangunan makamnya. Arsitektur Arab terlihat pada pintu-pintu makam dan pernak-pernik makam seperti kaligrafi dan lainnya. Sedangkan araitektur Jawa terletak pada bangunan utama dan atap bangunannya.

"Di dinding-dinding bangunan memang ditempeli keramik. Terus ada guci-guci dari Cina yang merupakan hadiah dari Kaisar Cina ayah dari Nyi Ong Tin istri ketiga Kanjeng Sunan," kata Imron.

Imron mengatakan, pernikahan Sunan Gunung Jati dengan Nyi Ong Tin terjadi karena Kaisar Cina memberikan tantangan kepada Sunan Gunung Jati saat berada di Tiongkok untuk berdakwah. Kala itu, Kaisar Cina mengadakan sayembara untuk mengetes kemampuan Sunan Gunung Jati yang terkenal memiliki kesaktian.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved