Mantan Teroris: Pemerintah Daerah Sebaiknya Merangkul Eks Napi Teroris
Dedi saat itu, tidak lama setelah Agus keluar, langsung melibatkan Agus dalam sekolah ideologi dengan peserta para pelajar Purwakarta.
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Machmud Mubarok
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha
PURWAKARTA, TRIBUNJABAR.CO.ID - Mantan terpidana terorisme yang kini tinggal di Desa Cibening Kecamatan Bungursari Kabupaten Purwakarta, Agus Marshal (45) mengapresiasi Pemkab Purwakarta yang berinisiatif terlibat dalam deradikalisasi.
Ia merujuk pada apa yang dilakukan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi pada dirinya setelah ia menjalani vonis empat tahun karena keterlibatannya dalam kamp pelatihan militer di Jalin Jantho Nanggroe Aceh Darussalam, medio 2010. Agus menilai apa yang dilakukan Pemkab Purwakarta perlu dicontoh daerah lain.
"Bisa jadi dicontoh daerah lain karena menurut saya, saya rasa hanya di Purwakarta yang kepala daerahnya bisa berinisiatif merangkul eks terpidana teroris. Paling tidak, di Purwakarta ada usaha, itu sisi baiknya sehingga pemerintah dan masyarakat bisa berjalan beriringan," kata Agus saat diundang ke rumah dinas bupati, di Jalan Gandanegara Purwakarta, Selasa (28/2).
Agus mengakhiri masa pidananya tahun lalu. Dedi saat itu, tidak lama setelah Agus keluar, langsung melibatkan Agus dalam sekolah ideologi dengan peserta para pelajar Purwakarta. Sekolah ideologi digagas Bupati Purwakarta sebagai bagian dari upaya deradikalisasi terorisme. Dedi juga sempat mengucurkan dana untuk modal usaha Agus.
"Intinya dari segala aspek apa yang dilakukan pak bupati bermanfaat dan perlu diapresiasi. Saya akan coba tawaran pak bupati," ujar Agus. Agus ditawari Dedi jadi petugas dan pengawas kebersihan di kawasan Sadang, Purwakarta. Sebelumnya, Agus sempat diberi modal usaha namun gagal berwira usaha.
Meski telah melewati masa pidana, ia tidak luput dari ajakan untuk beraksi melakukan aksi teror. Itu ia alami beberapa bulan setelah keluar. Namun, beruntung saat itu ia langsung dihampiri orang nomor satu di Purwakarta itu.
"Sempat ada ajakan atau tawaran, tapi banyak pertimbangan saya tidak ladeni lagi,"katanya.
Menurutnya, terorisme apapun namanya, muncul karena penanganan yang parsial yang terdiri dari dua aspek persoalan penting. Pertama masalah ideologi dan kedua masalah ketidakadilan.
"Ketidakadilan banyak dipertontonkan di negeri ini, penguasa danpemimpin yang korup hingga supremasi hukum yang lemah.
Pemerintah dengan leluasa mempertontonkan keburukan itu dan akhirnya, terjadi public distrust dan rakyat bergerak sendiri,"ujar Agus.
Ia mengaku sempat jadi pimpinan Yayat Cahdiyat, pelaku teror bom di Kota Bandung Senin (27/2) dalam satu tim saat terlibat jaringan terorisme di NAD khususnya saat terlibat pelatihan militer. Peran Agus sebagai pemasok amunisi aktif.
"Saat itu kami sering ada pengajian di Cikampek dipimpin Irun Hidayat. Tiba-tiba dia masuk tim saya karena awalnya tidak di tim saya," katanya.
Saat ia ditangkap termasuk Yayat, ia mengaku tidak pernah berkomunikasi lagi dengan Yayat. "Setelah penangkapan tidak pernah kontak dan ketemu lagi. Saya sempat tanya dia asal mana, bilangnya di Purwakarta, Purwakartanya dimana saya enggak tahu," kata dia. (men)