Kisah Jadiansyah Evo: Delapan Tahun Riset, Ubah Styrofoam Menjadi Patung dan Tanah
PATUNG-patung karyanya ia tata rapi di etalase di rumahnya di Jalan Lestari, Padasuka, Kota Cimahi
Laporan Nazmi Abdurrahman
TRIBUNJABAR.CO.ID - JADIANSYAH Evo (46) tidak hanya sanggup menyulap styrofoam bekas menjadi karya seni patung yang indah. Di tangannya, styrofoam bekas juga bisa diubah menjadi tanah. Benar-benar tanah!
PATUNG-patung karyanya ia tata rapi di etalase di rumahnya di Jalan Lestari, Padasuka, Kota Cimahi. Bisa ditata di etalase karena ukurannya memang kecil, antara tiga hingga sepuluh sentimeter. Jenisnya juga cuma dua: patung aneka hewan dan tokoh-tokoh kartun.
Jika melihatnya sepintas, sulit untuk berpikir bahwa patung-patung mungil tersebut terbuat dari styrofoam bekas. Dari tekstur dan warnanya, orang akan mengira bahan baku patung itu pastilah batu atau, paling tidak, semen.
Namun, dugaan itu akan segera buyar manakala berkesempatan memegang dan menimang patung itu. Patung tersebut tak hanya ringan, tapi juga lunak.
Evo, begitu Jadiansyah Evo biasa disapa, mengaku sudah mulai membuat karya seninya ini tahun 2008. Sebelum mengukirnya menjadi patung, limbah styrofoam ia campurkan dengan formula khusus. Pewarnaan ia lakukan setelah bentuk patung terwujud.
Ketertarikan Evo pada dunia sampah sudah dimulai 25 tahun lalu, saat ia masih aktif sebagai pematung. Selama menjadi pematung, ayah satu anak ini terus berpikir untuk menghasilkan karya seni yang murah tapi ramah lingkungan. Saat itu, di sekitar tempat tinggalnya terdapat banyak limbah styrofoam yang tidak bisa ditangani.
Pemandangan setiap hari itu akhirnya membuka matanya. Sampah bukan masalah selama ada usaha untuk menangani. Kondisi itu menjadi pelecut bagi Evo untuk terus mencari solusi mengolah limbah styrofoam.
"Karena basic saya pematung, akhirnya saya putuskan untuk membuat patung dengan bahan dasar styrofoam," ujar Evo di kediamannya, Senin (31/10/2016).
Namun, proses pembuatan patung berbahan limbah styrofoam itu ternyata tidak semudah yang ia duga. Butuh delapan tahun baginya melakukan riset dan berkali-kali percobaan hingga akhirnya mendapatkan formula yang pas untuk karya seninya.
"Jadi, selama riset itu, saya kerja serabutan dan hasilnya saya pakai buat biaya riset," katanya.
Banyak tantangan yang harus dihadapi Evo selama riset. Tak jarang tangannya terbakar panas karena bahan kimia yang ia campurkan dengan styrofoam ternyata tak cocok. Selain itu, Evo harus berpanas- panas untuk mencari limbah styrofoam yang dibuang warga di sekitaran Cimahi.
Namun, usaha itu terbukti tak sia-sia. Formula pengolahan styrofoam yang ia temukan bahkan tak hanya membuatnya bisa leluasa untuk mengukir styrofoam menjadi patung. Formula itu bahkan terbukti ampuh untuk mendaur ulang styrofoam menjadi tanah.
"Saya telah mencoba menimbun campuran styrofoam dengan formula yang saya buat itu dengan tanah. Hasilnya, setelah beberapa bulan, saya lihat styrofoam itu hilang, terurai menjadi tanah," ucap.
Setelah sukses dengan risetnya itu, Evo pun mendirikan Balai Edukasi dan Rekayasa Sampah Styrofoam Indonesia (Bersseri), delapan bulan lalu. Tujuannya, kata Evo, untuk mengedukasi warga agar dapat ikut mengurangi dampak terhadap limbah styrofoam dan membuat masalah yang sudah ditangani tidak kembali lagi.
Evo mengatakan, selain solusi yang ia tawarkan, tentu ada banyak solusi lain yang bisa dilakukan untuk mengurangi limbah styrofoam. Salah satunya, kata Evo, seperti yang ditawarkan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, yang melarang pedagang menggunakan styrofoam sebagai wadah makanan per 1 November 2016.