Tragedi Mina
Kisah Anak Berkursi Roda Kehilangan Orangtua Saat Tragedi Mina
Ibunya sempat berusaha menolongnya. Namun lantaran banyaknya jemaah haji yang lewat . . .
TRIBUNJABAR.CO.ID — "Mamah masih belum ketemu, Om," kata Aditya (27) dari Mina, Arab Saudi, saat dihubungi pamannya, Irianto Basuki, dari Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (26/9/2015).
Aditya menjadi saksi hilangnya ibu tercinta, Sri Prabandani (56), saat musibah di Mina terjadi. Ia juga menjadi saksi mata ketika ayahnya meninggal dalam musibah tersebut.
Adit bersama kedua orangtuanya saat itu berada di kerumunan massa. Saat suasana menjadi kacau, Adit, yang menggunakan kursi roda, terjatuh.
Ibunya sempat berusaha menolongnya. Namun lantaran banyaknya jemaah haji yang lewat, ibunya tak bisa menolongnya, dan malah berpisah dengannya.
Adit juga melihat bagaimana ayahnya meninggal dunia. Ayahnya, Sugeng Heriyanto (58), meninggal setelah terinjak-injak oleh anggota jemaah lain di lorong menuju Terowongan Mina untuk proses lempar jamrah.
Ia sendiri yang menunggu jenazah ayahnya hingga ia menutupkan kain kafan ke ayahnya dengan kain ihram.
"Adit dah yakin ya, bapak sudah gak ada?" kata Irianto, dalam sambungan telepon dengan Adit. Tak berapa lama, ia menjawab. "Saya nunggu itu. Saya nungguin di lokasi," kata Adit dalam percakapannya, yang didengarkan banyak orang itu.
Adit melanjutkan, kondisi anggota keluarga yang lain masih sehat. Adit sebelumnya berangkat bersama empat anggota keluarga, yakni ayahnya, ibunya, serta bibi-bibinya, Sri Agustin dan Maryuni. (Baca: Anggota Jemaah Haji asal Semarang Juga Meninggal dalam Musibah di Mina)
Setelah menunggu, ia kemudian dibawa ke rumah sakit oleh relawan dari India. Di tempat itu, dia kemudian bertemu dengan bibinya, tetapi tidak dengan ibunya.
"Saya digotong laskar. Waktu itu, saya kan jatuh. Kemudian, ada orang Medan yang berusaha menolong mama. Eh, nolong malah kedorong, malah jadi terpisah," tambah pria lulusan STIE BPD Jateng ini.
Saat itu, ia juga kehilangan bibinya, yang kini telah dipertemukan kembali dalam keadaan sehat.
Pihak keluarga besar di Semarang langsung menggelar shalat gaib atas kabar kematian Sugeng. Mereka juga berdoa agar Sri bisa kembali ke maktabnya. (Baca: Adik Saya Meninggal di Tanah Suci, Kami Alhamdulillah)
Ketua RT 03/RW 07 Kelurahan Ngaliyan, Kota Semarang, Yudianto Hutama (48) mengatakan, Sugeng merupakan seorang mualaf yang baru dua tahun masuk Islam. Ia juga sering membantu kegiatan di lingkungan dengan aktif berorganisasi serta senang membantu tetangga.
"Di RT bapaknya aktif. Orangnya baik, dan bisa diberikan kesempatan memenuhi panggilan ke Tanah Suci. Beliau juga sering ikut ikut acara, aktif di masjid," imbuh Yudianto.
Seusai menerima kabar itu, Yudi kemudian mengumumkan kabar tersebut di masjid terdekat. Untuk malam harinya nanti, tahlilan menurut rencana akan dilakukan. "Rencananya nanti akan tahlilan sampai tujuh hari," ucapnya. (KOMPAS.com/Kontributor Semarang, Nazar Nurdin)