Tragedi Mina
Menag: Informasi Jemaah Haji Meninggal Tidak Cukup Pengakuan dari Keluarga
pemerintah harus menahan diri menunggu sampai adanya pihak yang memiliki otoritas menyatakan bahwa seseorang wafat atau tidak
MINA, TRIBUNJABAR.CO.ID - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mendengar langsung keluhan jemaah haji Indonesia terkait lambatnya informasi soal data jemaah wafat pada peritiwa Mina yang terjadi pada Kamis (24/09) pagi. Berkunjung ke Maktab 7 (Mina Jadid) yang menjadi tempat menginap jemaah asal Jawa Barat yang tergabung dalam kloter 61 Embarkasi Jakarta–Bekasi (JKS 61), Menag menerima curhat tentang belum adanya kepastian nasib keluarga mereka yang belum kembali setelah peristiwa Mina.
“Untuk menyatakan seseorang itu wafat, harus berdasarkan kesaksian yang bisa dipertanggungjawabkan. Tentu pertanggungjawaban secara medis bahwa seseorang itu memang betul-betul telah wafat,” demikian penjelasan Menag kepada jemaah haji JKS 61 saat berkunjung ke tendanya, Mina Jadid, Jumat (25/09) malam.
Seperti disiarkan media center haji Kemenag, menurutnya, informasi terkait jemaah wafat tidak cukup mengandalkan pengakuan pihak keluarga bahwa dirinya menyaksikan keluarganya wafat di pangkuan atau di pelukannya tanpa dibarengi informasi tentang indikasi bahwa yang besangkutan wafat.
“Selama tidak bisa dijelaskan indikasinya, maka itu sulit bagi kami untuk mengatakan bahwa yang bersangkutan wafat,” tegasnya.
Sebab, lanjut Menag, secara yuridis, pernyataan seseorang tentang jemaah wafat harus bisa dipertanggungjawabkan, apalagi terkait dengan peristiwa luar biasa dan terjadi di luar negeri. Untuk itu, data jemaah wafat menurut Menag harus didasarkan pada hasil pemeriksaan pihak otoritatif dan itu adalah petugas kesehatan atau tim medis.
“Oleh karena itu, pemerintah harus menahan diri menunggu sampai adanya pihak yang memiliki otoritas menyatakan bahwa seseorang wafat atau tidak,” jelasnya.
Menag menambahkan bahwa kesulitan lainnya disebabkan terjadinya peristiwa di negeri orang sehingga Pemerintah Indonesia tidak memiliki otoritas penuh untuk melakukan langkah-langkah yang kita dikehendaki. “Bagaimanapun juga Pemerintah Saudi Arabia mempunyai reguliasi sendiri, punya tradisi, budaya, serta tatacaranya tersendiri dalam mengatasi hal-hal seperti ini. Inilah yang menyebabkan kami tidak cukup leluasa, misalnya untuk mengakses informasi di rumah sakit. Itu tidak bisa seperti kalau kita mengakses rumah sakit di Tanah Air. Ada hal-hal yang menyebabkan prosesnya butuh waktu,” ujarnya.
“Kita tetap berupaya semaksimal dan seoptimal mungkin untuk melakukan penyisiran dan penelusuran terhadap sejumlah jemaah kita yang memang belum kembali ke kloternya masing-masing,” tambahnya.
Kamis (24/09) pagi telah terjadi peristiwa Mina yang menelan ratusan korban jiwa jemaah haji dari berbagai Negara. Akibat peristiwa berdesak-desakannya jemaah haji di Jalan Arab 204 itu, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi merilis data bahwa sedikitnya ada 225 jemaah yang dilaporkan belum kembali ke tendanya di Mina mulai saat kejadian sampai dengan Jumat (25/09) pukul 07.00 waktu Arab Saudi. Dari jumlah tersebut, 192 jemaah di antaranya berasal dari JKS 61. (mac)