Wisata Jabar
Dari Panenjoan, Panorama Geopark Ciletuh Seperti Lukisan (1)
Jika tak mau mempergunakan jalan darat, pengunjung juga bisa menempuh jalur laut dengan menyewa kapal nelayan dengan harga sewa Rp 1 juta per kapal.
Penulis: dra | Editor: Machmud Mubarok
Laporan Wartawan Doni Indra Ramadhan
DARI Panenjoan di Desa Tamanjaya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, Geopark Ciletuh tampak seperti lukisan. Bebatuan di sini termasuk yang paling tua di Pulau Jawa. Konon, dahulu, Ciletuh adalah sebuah lautan.
NAMA Ciletuh berasal dari nama sungai yang membentang sejauh 50-an kilometer dari Desa Tamanjaya hingga Teluk Ciletuh, Pantai Palangpang, Desa Ciwaru. Selain Ciwaru dan Tamanjaya, Geopark Ciletuh juga meliputi tiga desa lainnya, yakni Desa Mekarmukti, Ciemas, dan Mandrajaya.
Panenjoan sendiri adalah titik tertinggi sekaligus menjadi gerbang masuk menuju objek wisata Ciletuh. Dari Panenjoan, gunung-gunung yang mengelilingi geopark terlihat indah berjajar di sisi kiri dan kanan. Samudra Hindia yang biru juga terlihat berbatas cakrawala.
Saat musim penghujan, biasanya hamparan sawah juga terlihat menyejukkan. Tapi, bahkan ketika kemarau mendera dan sawah-sawah cokelat mengering, keindahannya masih terasa. Dari Panenjoan, pemandangan Ciletuh memang seperti sebuah lukisan.
Namun, keindahan Ciletuh tak hanya ada dan terlihat dari Panenjoan. Di kawasan ini juga terdapat sembilan curug atau air terjun, yaitu Curug Awang, Curug Tengah, Curug Puncak Manik, Curug Cikanteh, Curug Ngelai, Curug Sodong, Curug Dogdog, Curug Nyelempet, dan Curug Cimarinjung.
Dari seberang Panenjoan, Curug Cimarinjung dan Curug Cikenteh bisa terlihat. Airnya mengalir merayapi tebing. Sungguh memanjakan mata.
Pulau-pulau kecil di pesisir Pantai Palangpang juga bisa dengan mudah dicapai dari Ciletuh, seperti Pulau Mandra, Pulau Kunti, dan Pulau Manuk.
"Untuk mencapai pulau-pulau itu, kita bisa menumpang perahu nelayan dari pelelangan ikan di Desa Ciwaru," ujar Arif (56), warga setempat yang juga anggota Paguyuban Alam Pakidulan Sukabumi (Papsi) di Ciletuh, belum lama ini.
Pengelolaan Geopark Ciletuh, kata Arif, masih ditangani Papsi, dibantu oleh pihak ketiga, yakni Biofarma. Tempat ini, ujarnya, sudah mulai ramai. "Satu bulannya bisa mencapai 500 sampai 700 pengunjung," katanya.
Ada dua cara yang bisa ditempuh untuk mencapai Ciletuh. Pertama, melalui darat dengan menggunakan kendaraan pribadi. Namun, untuk sampai ke sana, kondisi badan harus benar-benar prima.
Selain jaraknya yang jauh, jalan menuju Ciletuh juga terjal dan berkelok-kelok. Dari Pelabuhan Ratu, jarak Geopark Ciletuh kira-kira 65 kilometer. Alur jalan yang sempit juga menjadi tantangan berat untuk mencapai lokasi.
Namun, selain menggunakan kendaraan pribadi, pengunjung juga bisa angkutan umum minibus dengan rute Pelabuhan Ratu-Ciwaru. Untuk sekali jalan, penumpang ditarik ongkos Rp 30 ribu.
Jika tak mau mempergunakan jalan darat, pengunjung juga bisa menempuh jalur laut dengan menyewa kapal nelayan dengan harga sewa Rp 1 juta per kapal.
Meski jarak ke Ciletuh jauh, tak ada penginapan di sana yang sengaja dibangun. Bagi yang hendak menginap, beberapa rumah warga bisa disewa dengan tarif yang beragam.
Arif mengatakan, banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mengembangkan pariwisata di Ciletuh. Namun, yang paling utama, ujarnya, adalah perbaikan infrastruktur jalan untuk mencapai lokasi.
"Selain itu, kami mengharapkan ada pelatihan-pelatihan bagi warga agar bisa menjadi pemandu pariwisata," katanya. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/geopark-ciletuh1_20150903_135312.jpg)