Jelang Idulfitri 1435 H
Nanas Mulai Jadi Primadona Jelang Lebaran
NANAS Si Madu merupakan salah satu buah primadona bagi warga Kabupaten Cianjur di Ramadan terutama ketika menjelang Lebaran.
Penulis: cis | Editor: Dicky Fadiar Djuhud
CIANJUR, TRIBUN - Ada pemandangan rutin di depan kantor Dinas Bina Marga Kabupaten Cianjur atau di Jalan Adi Sucipta, Kecamatan Cianjur, setiap bulan puasa. Ratusan buah Nanas Si Madu dijajakan di jalur protokol tengah kota tersebut.
Seperti yang terlihat di kios milik Ade Metro (50), warga warga Gang Rinjani RT 2/14, Kelurahan Sayang, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur. Ratusan buah nanas miliknya dipajang dengan berbagai cara untuk menarik perhatian pembeli.
Ada yang digantung, ada yang ditumpuk di atas trotoar, dan ada pula yang ditata dengan rapi di pagar kantor Dinas Bina Marga Kabupaten Cianjur. Namun Ade tak sendiri menjajakan nanas di Jalan Adi Sucipta itu, setidaknya empat pedagang musiman berkompetisi menjajakan buah yang diproduksi di Kabupaten Subang itu.
Nanas Si Madu merupakan salah satu buah primadona bagi warga Kabupaten Cianjur di Ramadan terutama ketika menjelang Lebaran. Permintaan nanas yang lebih gendut dari nanas pada umumnya itu pun mulai meningkat di dua minggu terakhir Ramadan ini.
"Dua minggu awal Ramadan pembelinya memang sepi, belanja nanas 1,5 ton baru habis selama seminggu. Tapi sekarang sudah mulai lumayan. Dua sampai tiga
hari ini sudah harus kulakan," kata Ade ketika ditemui Tribun di kiosnya, Minggu (13/7).
Dikatakan Ade, warga mulai mencari Nanas Si Madu lantaran banyak dijadikan bisnis makanan musiman ketika menjelang Lebaran. Namun ada pula yang disantap sendiri untuk makanan penutup saat berbuka puasa.
"Biasanya jelang Lebaran sejumlah bisnis seperti penjualan kue kering juga mulai marak. Belum lagi manisan atau pelengkap es buah. Makanya permintaan sudah banyak karena biasanya buat bahan selai atau isi dari kue nastar," ujar Ade.
Meski demikian, Ade mengaku kesulitan untuk menyediakan Nanas Si Madu seiring dengan mulai meningkatnya permintaan. Menurutnya, pasokan nanas dari Kabupaten Subang ini sudah mulai terbatas lantaran mulai banyak petani tak lagi menanam Nanas Si Madu.
"Separuh lahan para petani di Kabupaten Subang ditanam sawit. Akibatnya harga kulakan juga jadi mahal sehingga saya juga harus nambah modal. Biasanya Rp 4 juta kalau kulakan, sekarang Rp 5 juta," ujar Ade.
Di samping itu, Ade dan para pedagang tradisional lainnya harus berebut persediaan Nanas Si Madu dengan perusahaan penghasil selai. Perusahaan selai mampu beli puluhan ton sehingga mendapatkan harga yang lebih murah.
"Harga jual nanas memang sekarang agak mahal ketimbang tahun lalu. Per bijinya sekarang Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu tergantung ukurannya," ujar Ade.
Meski begitu, Ade tetap optimistis. Berdasarkan pengalamannya selama enam kali Ramadan, ia selalu mendapatkan keuntungan yang terbilang lumayan. Itu sebabnya ia hanya berjualan buah nanas hanya di waktu bulan puasa saja.
"Kalau bicara keuntungan alhamdulillah selalu saja ada dan lumayan ketimbang sehari-hari saya membuka warung sembako di rumah. Kalau dengan segala resiko dan kondisi sekarang, alhamdulillah bisa dapat Rp 500 ribu sampai 700 ribu ketika barang habis," kata Ade. (cis)