Menunggu Kebangkitan Mitra Batik

Kantor Mitra Batik Terpaksa Disewakan untuk Bayar Utang

siapa sangka, bangunan yang digunakan Toserba Yogya itu merupakan sisa-sisa kejayaan Koperasi Mitra Batik Tasikmalaya, koperasi pertama dan

Penulis: Firman Suryaman | Editor: Darajat Arianto
TRIBUN JABAR/FIRMAN SURYAMAN
Kantor pusat Koperasi Mitra Batik di Jalan Mitra Batik, Kota Tasikmalaya, kini digunakan Toserba Yogya dengan sistem sewa gedung. Semasa masih berfungsi sebagai kantor koperasi, bagian depan bangunan antik dua lantai itu dipenuhi jendela. 

Oleh Firman Suryaman

PULUHAN orang berlalu lalang berbelanja di Toserba Yogya, Jalan Mitra Batik, Kota Tasikmalaya, suatu sore. Ruangan toserba yang tak begitu luas memudahkan warga untuk menemukan barang atau makanan yang dicari. Terlebih komoditas itu ditata rapi dan ditempatkan sesuai dengan jenisnya.

Ruangan lantai dasar khusus menyajikan beragam jenis kebutuhan pokok, produk makanan, minuman, dan bahan makanan serta buah-buahan dan sayuran. Di lantai II tertata rapi beragam busana, bersebelahan dengan arena mainan anak-anak. Warga dibuat nyaman berbelanja di toserba tersebut, terlebih tersedia lahan parkir yang memadai.

Bangunan Toserba Yogya itu tampak artistik berarsitektur bangunan kuno. Seperti terlihat pada bangunan sebelah selatan yang menghadap Jalan RE Martadinata. Bangunan itu dibuat melengkung setengah lingkaran sehingga mengingatkan kita pada bangunan Hotel Savoy Homman di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung. Hanya saja, bangunan itu cuma dibangun dua lantai.

Dan siapa sangka, bangunan yang digunakan sebagai Toserba Yogya itu merupakan sisa-sisa kejayaan Koperasi Mitra Batik Tasikmalaya, koperasi pertama dan terbesar di Indonesia yang berdiri pada 17 Juni 1939. Pendirian Koperasi Mitra Batik juga berbarengan dengan perayaan hari lahir Koperasi, yang dihadiri Wakil Presiden RI (saat itu) Dr M Hatta.

Lalu kenapa bangunan indah itu saat ini menjadi sebuah toserba? "Kami terpaksa menyewakannya ke manajemen Yogya Dept Store untuk menutupi utang-utang Koperasi Mitra Batik. Tak terasa, bangunan yang dulunya sebagai kantor pusat Mitra Batik itu sudah disewa beberapa tahun agar koperasi bisa berjalan," ujar bendahara Koperasi Mitra Batik, Ade Suryana (60), saat ditemui Rabu (26/3).

Ade adalah pelaku usaha batik khas Tasikmalaya generasi kedua, setelah ibu kandungnya, almarhumah Hj Maemunah. "Tidak hanya kantor pusat, kawasan pabrik yang berdiri di atas lahan 3,5 hektare di Jalan SL Tobing juga terpaksa dijual, untuk menutupi utang. Untungnya, setelah menyelesaikan beban utang miliaran rupiah, masih ada sisa uang yang saat ini diupayakan sebagai modal untuk kebangkitan kembali Koperasi Mitra Batik yang pernah berada di puncak kejayaannya tahun 50 sampai 70-an," katanya. Waktu itu batik Tasikmalaya menyebar di Pulau Jawa dan beberapa pulau lainnya di Indonesia.

Merosotnya bisnis raksasa batik yang dikelola Koperasi Mitra Batik, kata Ade, terjadi akibat proses globalisasi yang menimbulkan pergeseran mode pakaian. Batik tidak lagi dianggap sebagai pakaian yang tren. Orang, terutama kalangan generasi muda, mulai melirik jenis pakaian yang terbuat dari kain biasa. Perlahan tapi pasti sejak tahun 50-an usaha batik terus merosot. Pada tahun 80-an berada pada titik terendah hingga kawasan pabrik tak beroperasi lagi.

Pengadaan bahan baku dengan sistem nontunai juga menjebak Koperasi Mitra Batik harus berhadapan dengan utang. Pasalnya, barang yang sudah diproduksi banyak yang tak laku. Sebanyak 367 anggota Koperasi Mitra Batik kelimpungan. Satu per satu usaha mereka bangkrut dan meninggalkan beban utang.

"Usaha batik mulai menemukan titik terang kembali setelah UNESCO menetapkan batik sebagai peninggalan budaya bangsa Indonesia. Permintaan batik perlahan-lahan mulai muncul kembali. Para penggawa batik yang sempat 'tidur' belasan tahun mulai terbangun kembali," kata Ade. (bagian 1)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved