Obituari

Tandi Skober, Menulis Hingga Akhir Hidup

Di sebuah meja di ruang itu ada laptop, ditemani beberapa buku dan sebuah kursi. Di sinilah Tandi menghabiskan hari-harinya menulis esai dan

Penulis: swo | Editor: Darajat Arianto
Ilustrasi Bung Tandi 

Menyoal isyarat, Ipon pun mengalaminya. Ia diminta mengambil honor tulisan-tulisan Tandi yang dimuat di koran terbitan Cirebon untuk dibagikan kepada anak-anak yatim. "Setelah saya ambil semua, baru kemarin saya selesai membagi-bagikan honor Pak Tandi kepada anak-anak yatim," ujarnya.

Masih banyak cerita lain, umumnya tentang kebaikan Tandi semasa hidup. Asep Salahudin menggarisbawahi, sosok Tandi selain sederhana juga pantas menjadi teladan bagi generasi muda. "Bayangkan, sudah usia 60-an Pak Tandi terus menulis tanpa henti hingga akhir hidupnya," kata Asep.

Sedikit catatan, esai dan karya fiksi Tandi telah dimuat di berbagai media Bandung, Cirebon, Jakarta, Lampung, Medan, dan lainnya. Beberapa skenarionya pernah ditayangkan di TVRI, RCTI, dan SCTV. Buku yang sudah terbit, novel Politik, Pelacur, dan Hehehe (2009), Seribu Sujud Seribu Masjid (2010), antologi Ini Medan Bung (2010), Akulah Medan (2010), Matahari Retak di Atas Cimanuk (2010), Bersyukurlah Wahai Muslimah (2010), novel Namaku Nairem (2012), kumpulan cerpen Sperma Air Mata (2012), dan Manuwara, Ibu Budaya Jawa-Sunda, buku pertama trilogi Cerbon Pegot (2013).

"Saya pernah bertanya kapan Pak Tandi berhenti menulis. Jawabnya, ia akan terus menulis agar kemampuannya sebagai karunia Allah terus terasah dan bermanfaat bagi orang lain," ucap Somari mengenang kata-kata sobat karibnya itu. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved