Warisan P&T Lands Simbol Kemakmuran Subang Tempo Dulu
sebuah gedung langsung terpampang begitu kita memasuki pusat Subang kota. Gedung tersebut dinamakan Wisma Karya, diresmikan tahun 1920-an
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Darajat Arianto
P&T Lands, yang menggarap kebun teh, kopi, dan karet, dimiliki oleh Peter Willem Hoefland, seorang pria berkewarganegaraan Belanda. Gedung Wisma Karya ini sendiri dibangun seiring dengan upaya Hoefland yang telah memonopoli tanah di Subang.
Menurut pengelola museum di Wisma Karya, Asep Ahmad, awalnya gedung ini merupakan tempat hiburan bagi warga negara asing yang mengelola P&T Lands. "Ada dansa, hoki, golf, biliar, dan hiburan lainnya," kata Asep kepada Tribun, Rabu (20/3).
Sebagai simbol kekuasaan, gedung ini menjadi tempat aktivitas semua pengelola P&T Lands. "Sebenarnya tidak hanya gedung ini yang menjadi simbol kekuasaan P&T Lands karena tempat ini hanya tempat untuk refreshing," kata dia.
Menurut Asep, simbol kekuasaan P&T Lands di Subang ini bisa tergambar melalui gedung yang berhadapan dengan DPRD Kabupaten Subang. "Gedung itu sempat dijadikan Hotel Subang Plaza. Awalnya, P&T Lands dijalankan di gedung itu. Tapi gedung itu sekarang menjadi telantar," ujar Asep.
Ketika kekuasaan P&T Lands berakhir, gedung ini kemudian diambil alih. Salah satunya oleh PTPN Dwikora atau kini disebut PTPN VIII. "Baru tahun 2003 gedung ini dimiliki oleh pemerintah dari PTPN VIII. Sebenarnya, aset-aset P&T Lands ini banyak, tapi tidak dikuasai oleh Pemkab Subang sepenuhnya karena masih berada di pihak lain," kata Asep.
Pemkab Subang sendiri, kata Asep, pada 2003 tidak memiliki dana yang cukup untuk membeli aset- aset bekas P&T Lands. "Waktu itu, dana yang ada baru untuk membeli ini saja," ujarnya.
Adapun saat ini, di Wisma Karya, sejumlah ruangan dipakai kantor sekretariat, seperti Museum Daerah Subang, kantor UPTD Disbudpora, sekretariat Pemuda Pancasila, dan tempat billiar.
"Kebetulan kami mengelola museumnya sejak 2003. Tapi, minat pengunjungnya sendiri masih kurang," katanya.
Di museum ini, terdapat banyak koleksi benda prasejarah hingga zaman sejarah, yang ditemukan di setiap wilayah di Subang. Tidak hanya itu, patung Hoefland, yang di masanya ditaruh di halaman Wisma Karya, saat ini sudah ditaruh di dalam museum. "Patungnya terbuat dari perunggu. Dibuat di Belgia. Kami telah memindahkannya di dalam museum," katanya.
Pria lulusan jurusan Sejarah Unpad ini menilai, sejauh ini gedung Wisma Karya yang bernilai sejarah ini kurang begitu diperhatikan. "Bagaimanapun juga, ini bangunan cagar budaya. Akan sangat baik jika benar-benar diperhatikan sehingga menjadi aset budaya daerah," katanya.
Sejarawan Subang Benny Rubyanto menilai keberadaan P&T Lands di Subang ini tidak seperti keberadaan perusahaan-perusahaan negara asing, seperti Belanda dan Portugis, ketika di zaman penjajahan. "Justru P&T Lands ini, meskipun di zaman penjajahan dimiliki Ingris dan kemudian Belanda, tidak membawa budaya imperialisme terhadap masyarakat Subang," kata Benny.
P&T Lands ini, kata Benny, semacam perusahaan Inggris yang membuka usahanya di Hindia Belanda. Bahkan, pemerintah Hindia Belanda, memberikan otonomi khusus pada P&T Lands ini. "Di samping itu, P&T Lands ini juga mengenalkan dan membawa kultur humanis kepada masyarakat Subang meskipun, saat itu, sedang di era kolonialisme dan imperialisme," kata dia.
Justru, ketika P&T Lands berkuasa di Subang, kesejahteraan masyarakat Subang lebih baik dibanding masyarakat di daerah lainnya ketika zaman penjajahan. "Kenapa? Karena masyarakat Subang yang bekerja di P&T Lands ini mendapat penghasilan yang lebih baik dibanding masyarakat Subang yang bekerja sebagai PNS di Kademangan," kata dia.
Ketika terjadi nasionalisasi aset oleh Presiden Soekarno, otomatis P&T Lands ini beralih ke perusahaan perkebunan negara milik pemerintah yang saat ini, dikenal PT Perkebunan Negara (PTPN). "Tapi justru, peralihan itu membuat pengelolaan perkebunan di Indonesia menjadi terpuruk. Saya sering katakan pada PTPN untuk belajar mengelola perkebunan dengan mencontoh P&T Lands," ujar Benny.
Aset bekas P&T Lands ini masih bisa dilihat di pusat Subang kota. Seperti Gedung Wisma Karya dan gedung yang kini menjadi "sarang hantu", Hotel Plaza Subang di Jalan Wangsa Goparana. "Nah, gedung yang menjadi Hotel Plaza Subang itu dulunya kantor besar P&T Lands. Tapi sayangnya sekarang telantar dan hanya jadi sarang hantu," katanya. (*)