Stadion GBLA Tak Lagi Jadi Kandang Persib Bandung, Banyak Pedagang Kaki Lima Gulung Tikar
Penyebab lainnya, lanjut dia, ketatnya penjagaan dan pembatasan waktu operasional kegiatan di sekitar stadion yang dilakuka oleh para petugas kepolisi
Penulis: Cipta Permana | Editor: Ravianto
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pasca-musibah pengeroyokan terhadap Haringga Sirla hingga tewas, September 2018 silam, Stadion Gelora Bandung Lautan Api/GBLA tak lagi digunakan untuk laga Persib Bandung.
Sudah setahun lamanya Stadion GBLA sepi dari aktivitas pertandingan Persib Bandung.
Kondisi ini, selain membuat tidak adanya pemasukan bagi anggaran pemerliharaan GBLA, juga membuat sejumlah pedagang kaki lima 'menjerit'.
Bahkan tidak sedikit dari mereka yang terpaksa gulung tikar, karena tidak adanya pembeli yang datang.
Salah seorang PKL makanan ringan dan kopi, Sutrisno (51) yang juga merupakan warga setempat mengaku, sejak memulai usahanya pada tahun 2011 lalu, kondisi sepinya pembeli baru dirasakannya kali ini.
Di mana turunnya pendapatan dialaminya hingga 80 persen dari kondisi aktifnya Stadion GBLA atau sebelum kasus tewasnya Haringga Sirla.
"Perbandingannya (omset) jauh banget sampai 80 persen penurunannya. Biasanya kalau Persib main, bahkan sejak dua hari sebelumnya bisa dapat Rp. 5 juta per hari, sekarang Rp. 500 ribu aja udah susah banget," ujarnya saat ditemui di lapak dagangnya di depan Gerbang Biru Stadion GBLA, Selasa (16/7/2019).
Penyebab lainnya, lanjut dia, ketatnya penjagaan dan pembatasan waktu operasional kegiatan di sekitar stadion yang dilakuka oleh para petugas kepolisian.
"Biasanya anak-anak motor atau warga sekitar suka nongkrong sampai malem disini, sekarang, suka ada patroli tiap jam, jam 3 sore ada, jam 5 ada, jam 7 juga ada, jadi udah engga boleh kumpul-kumpul lama lagi," ucapnya.
Guna mensiasati kondisi tersebut, dirinya tidak pernah lagi membeli persediaan barang dagangan secara banyak, dan menggantinya secara eceran dari toko grosir terdekat. Bahkan menurutnya, ada beberapa pedangan musiman yang melakukan mark up harga di luar kewajaran guna mencari untung lebih.
"Contohnya, biasanya dulu saya nyetok botol air minum kemasan sampai 40 karton untuk dua hari yang diantar langsung sama agennya, tapi sekarang paling cuma dua dus, soalnya takut engga habis, karena engga adanya pembeli. Saya mah ga ikut-ikutan pedagang musiman yang naikin harganya dua kali lipat pas ada even karena di hari-hari biasa sepi pembeli, jadi normal saja, soalnya kalau di mahalin justru bikin pembeli yang ada engga mau kesini lagi," ujar dia.
Hal senada dirasakan oleh PKL lainnya yang juga warga setempat, Neneng Nurjanah (50) penjual kelapa muda dan nasi rames. Menurutnya dampak sepinya pembeli membuatnya terus merugi setiap hari. Saat aktifnya GBLA, dirinya selalu menyimpan persediaan sebanyak 100 butir kelapa dan habis untuk penjualan selama dua atau tiga hari. Akan tetapi sekarang jumlah tersebut tidak pernah habis meskipun sudah lebih dari semingu.
"Sebelum ada kejadian, keuntungan ibu teh bisa Rp. 300 ribu per hari dari jualan kelapa, apalagi kalau Sabtu atau Minggu bisa sampai Rp. 1 Juta, apalagi kalau Persib main bisa sampai Rp. 5 juta. Kalau sekarang mah susah, boro-boro (jangankan) buat nabung, untuk sehari-hasi aja susah, soalnya sehari cuma Rp. 15 ribu, dan week end cuma dapat Rp. 150 ribu, ketolong sama yang suka sesepedahan aja di sekitar sini," ujarnya di lokasi berbeda.
Ia pun berharap, kepada para pejabat terkait di Pemerintah Kota Bandung, dapat memberi solusi dan kepastian waktu dari penggunaan Stadion GBLA. Sebab, bila situasi terus berlarut dikhawatirkan akan semakin banyak para pencari nafkah yang berguguran karena tidak tahan dengan kondisi ini.
"Ya kami mah pinginnya, Stadion GBLA ini bisa aktif lagi, biar para pembeli rame lagi, karena jualan gini satu-satunya pencaharian kami, kalau terus gini mah, kita mau makan dari mana," katanya. (Cipta permana).
Kepsyen : Salah seorang pedagang hanya bisa duduk termenung menunggu datangnya pembeli yang hadir ke Stadion GBLA. Selasa (16/7/2019) / Cipta Permana.