Pilpres 2019
Elektabilitas Jeblok di Angka Nol Koma dan Dapat Banyak Penolakan, PSI Salahkan Koruptor
Raja Juli Antoni mengklaim PSI ikut mengusulkan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat aturan yang melarang parpol mencalonkan mantan koruptor.
Penulis: Fauzie Pradita Abbas | Editor: Yongky Yulius
TRIBUNJABAR.ID - Setelah data hasil survei Litbang Kompas muncul, Partai Solidaritas Indonesia ( PSI ) ternyata menjadi partai politik baru yang paling banyak ditolak masyarakat.
Hal itu tampak dari hasil survei Litbang Kompas yang dilakukan pada 22 Februari-5 Maret 2019.
Pada survei Litbang Kompas itu menunjukkan responden yang resisten atau menolak PSI yang dipimpin Grace Natalie mencapai 5,6 persen.
Padahal elektabilitas PSI berdasarkan survei Litbang Kompas hanya berada di angka 0,9 persen.
Angka resistensi itu jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan tiga partai pendatang baru lainnya, yakni Partai Perindo, Partai Berkarya, dan Partai Garuda.
Partai Perindo misalnya, yang memiliki elektabilitas 1,5 persen, resistensinya 1,9 persen.
Kemudian Partai Berkarya dengan elektabilitas 0,5 persen, resistensinya 1,3 persen.
Selanjutnya, Partai Garuda dengan elektabilitas 0,2 persen, resistensinya 0,9 persen.
• Deretan Kontroversi PSI di Panggung Politik, Inikah Penyebab Elektabilitasnya Ada di Angka Nol Koma?
"Meski mempertimbangkan tingkat sampling error +/- 2,2 persen pun, parpol ini masih sulit memenuhi angka minimal ambang batas parlemen," tulis peneliti Litbang Kompas Yohan Wahyu seperti dikutip dari Harian Kompas, Kamis (21/3/2019).
Jawaban PSI

Menanggapi hasil survei Litbang Kompas itu, Sekjen PSI Raja Juli Antoni menilai wajar apabila partainya itu mendapat resistensi dari sebagian masyarakat.
Menurut Raja Juli Antoni, penolakan itu merupakan sebuah konsekuensi logis dari sikap PSI yang menjunjung tinggi ideologi antikorupsi dan anti intoleransi.
Soal komitmen antikorupsi misalnya, PSI tak mengusung satu pun caleg mantan narapidana kasus korupsi.
Bahkan Raja Juli Antoni mengklaim PSI ikut mengusulkan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat aturan yang melarang parpol mencalonkan mantan koruptor.
"Jadi kami mendapat resistensi dari para koruptor atau orang-orang yang selama ini hidup dalam suasana yang korup," kata Raja Juli Antoni kepada Kompas.com, Kamis (21/3/2019).