Cerita Perempuan Asal Finlandia dan Pengungsi Lainnya Soal Kengerian di Dalam Benteng Terakhir ISIS

Sana, seorang perempuan asal Finlandia, mengisahkan kengerian yang ada di Baghouz, sebuah desa di perbatasan Irak dan Suriah.

Editor: Dedy Herdiana
Capture KompasTV
Ilustrasi 

TRIBUNJABAR.ID, BAGHOUZ — Sana, seorang perempuan asal Finlandia, mengisahkan kengerian yang ada di Baghouz, sebuah desa di perbatasan Irak dan Suriah.

"Bom, baku tembak, dan api pun menjalar di tenda. Anda bangun dan ketika sadar, semuanya sudah hancur," kata perempuan berusia 47 tahun itu.

Dia merupakan satu dari perempuan yang menjadi pengantin Negara Islam Irak dan Suriah ( ISIS) dan melarikan diri dari Baghouz yang merupakan benteng terakhir kelompok itu.

Dikutip dari Kompas.com, Daily Mail melaporkan, Kamis (7/3/2019), setidaknya lebih dari 7.000 perempuan dan anak-anak, termasuk anggota ISIS, kabur dari Baghouz dalam dua hari terakhir.

Pasukan Demokratik Suriah (SDF) menyatakan mereka bakal menggempur Baghouz beserta anggota ISIS yang masih tersisa di dalamnya.

Operasi untuk melenyapkan "kekhalifahan" yang diproklamasikan Abu Bakar al-Baghdadi pada 2014 itu dilanjutkan pekan lalu setelah sempat terhenti untuk membuka jalan bagi kemanusiaan.

Tiga Ribu Orang Dievakuasi dari Benteng Terakhir ISIS, 200 Anggota ISIS Sisanya Ada yang WNI

Sana menuturkan, dia datang dari Suriah empat tahun silam bersama suaminya yang adalah orang Maroko, dan mengaku pada awalnya kehidupan berlangsung dengan normal.

"Tanpa adanya pengeboman, segalanya sangat normal. Kami sangat bahagia," ujar ibu empat anak tersebut.

Suaminya kemudian meninggal akibat kecelakaan mobil.

Setelah itu posisi ISIS mulai tersudut dan membuat Sana beserta perempuan pengantin ISIS lainnya tinggal di kawasan timur hingga timur laut Suriah dalam 16 bulan terakhir.

Dia berharap bisa membalikkan keputusannya ketika bergabung dengan ISIS.

"Namun, sejarah tak bisa diubah. Ini adalah nasib saya sekarang," katanya.

Krisis kemanusiaan di Tanah Palestina Terus Berlangsung Hingga Kini

Abdul Jasem, pengungsi lain, mengisahkan bagaimana suasana di dalam Baghouz bagaikan "bencana" layaknya neraka sejak SDF yang didukung koalisi AS membombardir.

Dia menuturkan awalnya ISIS hanya mengizinkan perempuan, anak-anak, dan anggota yang terluka untuk keluar dan mengungsi dari Baghouz.

Mereka tidak mengizinkan para pria yang berada dalam usia produktif untuk kabur, sebelum meralat dan memperbolehkan mereka untuk keluar.

Sumber: Kompas
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved