Hari Guru Sedunia, CIPS Soroti Kualitas Guru di Indonesia
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menegaskan peningkatan kualitas guru harus masuk dalam prioritas pemerintah dalam membenahi dunia pendidik
Penulis: Ery Chandra | Editor: Theofilus Richard
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ery Chandra
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Hari Guru Sedunia diperingati pada tanggal 5 Oktober setiap tahunnya.
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menegaskan peningkatan kualitas guru harus masuk dalam prioritas pemerintah dalam membenahi dunia pendidikan.
Sebagai tulang punggung pendidikan, guru yang memiliki kompetensi memadai diharapkan mampu mendidik para siswa menjadi manusia produktif saat Indonesia mengalami bonus demografi ke depan.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pandu Baghaskoro, mengatakan bahwa dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah sudah mengupayakan peningkatan kualitas serta kesejahteraan guru.
Dua program yang gencar dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi dan tunjangan profesi guru. Namun keduanya tidak lepas dari permasalahan.
“Keterbatasan dana pemerintah dalam membiayai peserta sertifikasi serta beban waktu dan tanggung jawab guru merupakan beberapa masalah utama yang tengah dihadapi kini. Guru diwajibkan untuk mengikuti program sertifikasi yang berlangsung di kampus selama lima minggu. Hal ini membuat pihak sekolah harus mencari pengganti kekosongan guru di sekolahnya. Alhasil ada segelintir guru yang harus rela mengundurkan diri dari sekolah untuk mengikuti program sertifikasi ini. Lagi-lagi siswa yang dikorbankan,” ujar Pandu, melalui keterangan tertulis, Jumat (5/10/2018).
Umuh Muchtar Sebut Sanksi dari PSSI Tergesa-gesa: Saking Inginnya Menghancurkan Persib Bandung https://t.co/cZIXdRHG8u via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) October 5, 2018
• Fahri Hamzah Singgung Mahfud MD soal Gagal Jadi Cawapres: Kalau Istana Sebar Hoaks Siapa Dipidana?
• Pembuang Sampah dari Mobil PT Pos Indonesia di Bandung Divonis Bersalah
Pandu mengatakan, selain banyaknya jumlah guru yang belum mendapat sertifikasi, mengakibatkan guru-guru belum memiliki hak untuk menerima tunjangan profesi yang telah disediakan pemerintah.
Pasalnya, masih banyak guru yang belum memiliki pendapatan yang memadai, sehingga kesejahteraan guru belum sepenuhnya terjamin.
Kondisi seperti itu, ucapnya, banyak dialami oleh guru berstatus honorer, kontrak, atau non-PNS.
"Hal ini dirasa tidak adil, sebab seluruh guru non-PNS memiliki andil yang sama dalam mendidik dan mengajar anak-anak bangsa. Namun hanya sebagian kecil yang berkesempatan untuk meningkatkan derajat hidup mereka, itu pun kalau semuanya dinyatakan lulus tes CPNS,” katanya.
Pandu menuturkan, di satu sisi, negara membutuhkan guru-guru yang memiliki kompetensi baik untuk masa depan anak bangsa.
Menurut dia, guru-guru membutuhkan jaminan atas kesejahteraan hidupnya.
Untuk itu, sebaiknya pemerintah membuka kesempatan yang sama bagi semua guru non-PNS untuk mengikuti persaingan terbuka dalam tes CPNS.