Penjelasan LAPAN Soal Gerhana Bulan Total: Dijuluki Blood Moon dan Bisa Diamati Mata Telanjang
Emanuel Sungging, mengatakan, fenomena GBT itu dapat diamati dengan mata telanjang selama cuaca tidak berawan.
Penulis: Yongky Yulius | Editor: Yudha Maulana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Yongky Yulius
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Fenomena gerhana bulan total (GBT) pada dini hari Sabtu (28/7/2018) nanti juga dijuluki micro blood moon.
Kepala Bidang Diseminasi Pusat Sains Antariksa dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Emanuel Sungging, mengatakan, GBT nanti disebut micro moon atau bulan mikro karena berada pada posisi apogee.
Bulan apogee adalah bulan yang berada pada titik terjauhnya dengan bumi.
Jarak bulan ke bumi dapat mencapai 406.500 km.
Kebalikannya, bulan perigee adalah saat bulan berada pada titik dekatnya dengan bumi.
Jarak bulan ke bumi bisa mencapai 356.400 km saat di perigee.
Bulan perigee juga populer disebut sebagai super moon.
• Jadi Tumbal Renan Silva di Persija Jakarta, Ivan Carlos Hengkang ke Salahsatu Klub di Siprus
"Dan ini disebut sebagai micro moon. Karena posisi bulan disebut sebagai posisi apogee dan dia melintas di tengah umbra, tepat di tengah bayangannya itu," kata Emanuel Sungging saat ditemui Tribun Jabar di kantornya, Jalan Dr Djunjunan nomor 133, Pasteur, Kota Bandung, Kamis (26/7/2018).
Dia pun menjelaskan, istilah blood moon sejatinya bukan istilah ilmiah.
Istilah itu adalah istilah populer yang berkembang di masyarakat.
"Masyarakat mungkin punya banyak tafsiran. Mungkin blood (darah) karena merah. Tapi memang pada saat totalitasnya, bulan agak lebih merah," ujar Emanuel Sungging.
"Itu karena semburat dari atmosfer menutupi bayangan, kondisi atmosfer yang berpolusi pun akan membuat GBT kelihatan lebih merah. Semakin tinggi polusinya semakin merah," sambungnya.
Fenomena pada 28 Juli nanti, katanya, secara ilmiah disebut sebagai gerhana bulan total.
Fenomena itu terjadi ketika bulan tertutup oleh bayangan bumi.