Ditanya Tentang Seragam Sekolah, Dedi Mulyadi: Tidak Harus Pakai Seragam, yang Penting Ilmunya
Menurutnya, keikutsertaan siswa pada proses belajar di sekolah menjadi jauh lebih penting dibanding sekedar penggunaan seragam sekolah.
Penulis: Haryanto | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Haryanto
TRIBUNJABAR.ID, PURWAKARTA - Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memiliki pandangan yang berbeda mengenai seragam sekolah.
Menurutnya, keikutsertaan siswa pada proses belajar di sekolah menjadi jauh lebih penting dibanding sekedar penggunaan seragam sekolah.
Sebab, menurutnya, kewajiban berseragam saat sekolah itu bisa menjadi berat bagi sebagian masyarakat yang kurang mampu dalam segi ekonomi.
5 Fakta di Balik Aksi Penyusup Pussy Riot di Partai Final Piala Dunia 2018, Buat Dejan Lovren Berang https://t.co/asO9OIOPcF via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) July 16, 2018
Hal tersebut dikatakan oleh Dedi saat ditemui di rumahnya, di Desa Sawah Kulon, Pasawahan, Purwakarta, Selasa (17/7/2018).
“Saya berharap bagi seluruh sekolah, untuk tidak mengharuskan siswa mengenakan seragam. Untuk siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu, bisa pergi ke sekolah dengan apa adanya,” kata Dedi.
Kata dia, fokus pendidikan bukanlah pada seragam. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa mendapat ilmu di sekolah tidak boleh terpengaruh dengan penggunaan seragam sekolah.
Mantan Bupati Purwakarta itu pun mengimbau hal tersebut kepada para orang tua dan siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu.
• BPK RI dan 41 Negara Anggota INTOSAI Berkumpul di Bandung, Bahas Isu Lingkungan Terkini
“Saya kira semangatnya itu pada peningkatan kemampuan siswa dalam menyerap materi-materi pendidikan, bukan seragam,” ujarnya.
Acap kali diabaikan, lanjutnya, siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu harus juga mendapat prioritas yang sama.
Tidak hanya dari pihak sekolah, rasa empati kepada sesama harus muncul dari siswa yang berasal dari keluarga mampu.
Pria yang lekat dengan iket Sunda itu mengatakan bahwa kepedulian tersebut dapat melahirkan spirit Pancasila, yaitu pada sila kelima mengenai keadilan sosial.
“Nah, kalau ada siswa yang berasal dari keluarga mampu, melihat temannya dalam keadaan tidak mampu, ya, harus bantu. Ini menjadi peluang bagi kita untuk mendidik anak-anak soal empati,” ujarnya.
Karakter positif, menurut dia, merupakan esensi tujuan dari proses pendidikan disamping peningkatan kemampuan siswa.
Bahkan, selain prestasi dalam bidang akademik, terciptanya karakter mulia merupakan puncak dari tujuan pendidikan.
“Kita memasukan anak ke sekolah itu agar karakternya menjadi mulia. Mereka terjaga dari sikap-sikap abai terhadap sesama,” Dedi menambahkan.
• Hari Terakhir Pendaftaran Bacaleg, KPU Garut Baru Terima Satu Partai