Pasca Lebaran Selalu Ada Urbanisasi, Ini Tanggapan Anggota DPRD Kota Bandung
Dari tahun ke tahun, momentum arus balik lebaran kerap kali dimanfaatkan masyarakat desa untuk pindah ke kota besar.
Penulis: Yongky Yulius | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Yongky Yulius
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Dari tahun ke tahun, momentum arus balik lebaran kerap kali dimanfaatkan masyarakat desa untuk pindah ke kota besar.
Anggota Komisi A DPRD Kota Bandung, Ade Fahruroji, menilai, fenomena urbanisasi terjadi karena pembangunan di desa masih kalah jauh dengan pembangunan di kota.
"Penguatan infrastruktur kemudian penguatan fasilitas publik itu terjadi perbedaan yang menjulang tinggi (antara di kota dan desa)," ujarnya saat ditemui di kantornya, Jalan Sukabumi, Kota Bandung, belum lama ini.
Persib Bandung Akan Jajal Laga Uji Coba Sebelum Bersua Persija Jakarta https://t.co/VeoNpHoHpJ via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) June 19, 2018
"Atau bahkan urbanisasi terjadi karena kurang mampunya pemerintah menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi."
Ade mengatakan, paradigma pembangunan desa harus digalakkan.
Menurutnya, dana yang diberikan pada desa sekitar Rp 1-2 milyar tidak akan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi desa.
"Upaya-upaya memang dilakukan pemerintah. Misal, dana desa berkisar 1-2 milyar. Itu memang ditujukan untuk pertumbuhan ekonomi di desa. Tapi jangan begitu polanya. Uang satu milyar dua milyar tidak akan cukup. Itu hanya seperti jaring pengaman sosial," kata Ade.
"Tapi bagaimana secara paradigma pembangunan, didorong modernisasi yang besar di desa."
Baca: Puncak Arus Balik Jalur Selatan Diprediksi Malam Ini
Ade mencontohkan, ada satu desa yang memiliki potensi memproduksi makanan tradisional seperti peuyeum.
Dikatakannya, semua kementerian harus mendorong produk itu agar bisa dikenal di seluruh Indonesia atau bahkan dunia.
"Contohnya, ketika ada desa pusat peuyeum misalnya. Maka kementerian pertanian, perdagangan, semua kementerian harus mendorong anggarannya itu untuk membuat peuyeum itu menjadi produk dinikmati seluruh warga Indonesia," kata Ade.
"(Pertumbuhan ekonomi desa) itu bukan karena anggaran satu milyar, yang dipecah-pecah. Jadi tadi, jangan membangun itu menggunakan konsep uang recehan. Uang recehan tetap akan menghasilkan uang recehan," ujarnya.
Menurutnya, hal tersebut harus ditunjang dengan energi uang yang besar. Uang yang besar akan berani dikeluarkan jika paradigmanya memang mendorong desa.
Baca: One Way di Tol Palikanci jadi Pertunjukan Dadakan untuk Warga