Kisah Hijrah
Maman Dolok, Mantan Preman Terminal yang Memilih Jadi Marbut, Berguru Kesaktian Hingga ke Banten
Kehidupan di terminal itu keras. Siapa yang kuat itulah yang bisa bertahan. Berkelahi, minum, dan judi adalah kegiatan sehari-hari
Penulis: Andri M Dani | Editor: Kisdiantoro
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Andri M Dani
TRIBUNJABAR.ID - Di tengah kerasnya kehidupan terminal, Maman Sutarman alias Maman Dolok (53) menemukan hidayah.
Namun, hijrah baginya tak lantas berarti harus meninggalkan terminal, lingkungan yang selama puluhan tahun membuat namanya besar.
Hijrah, katanya, adalah perubahan perilaku, pandangan, dan tujuan hidup.
Setelah hijrah, Maman menjadi marbut, penjaga Masjid At Tauhid, masjid di Terminal Ciamis. Kisah hijrah Maman menjadi inspirasi bagi teman-temannya menjalani hidup lebih baik.
Maman sudah mengenal kehidupan terminal sejak masih duduk di kelas II SMP. Ia bersekolah di SMPN 2 Ciamis.
Sebelum Meninggal Karena Kanker, Ali Banat Sumbangkan Hartanya, ke Afrika Cari Sponsor https://t.co/UDMSrpfQcg via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) June 1, 2018
Ketika itu, Terminal Ciamis masih berada di Jalan A Yani, yang kini sudah menjadi kompleks kantor Pegadaian dan kantor Dinas KB Ciamis.
Terminal, ketika itu, tak jauh dari rumah Maman di Gang Leuwi Asih, Jalan Yos Sudarso. Karena itu, sering, daripada masuk sekolah, Maman lebih memilih nongkrong di terminal.
"Tapi kehidupan di terminal itu keras. Siapa yang kuat itulah yang bisa bertahan. Berkelahi, minum, dan judi adalah bagian kegiatan sehari-hari. Akhirnya SMP saya tidak tamat," tutur Maman kepada Tribun, Rabu (30/5).
Sering nongkrong di terminal membuat Maman kenal dengan banyak sopir dan kernet bus. Ia bahkan sempat menjadi pengurus bus, yakni PO Perkasa, SO, Harum, Bahagia, dan Waspada.
Baca: Sebelum Bacakan Pancasila untuk Pertama Kali, Soekarno Menangis Hebat dan Meratap
Sebagai preman terminal, kata Maman, uang mudah sekali didapat. Main judi, mabuk-mabukan, dan main perempuan pun akhirnya tak terhindarkan. Berkelahi menjadi bagian yang tak terpisahkan.
Dulu, kata Maman, siapa yang kuat itulah yang berkuasa di terminal. Hampir tiap minggu ia harus berkelahi.
"Saya pernah dikeroyok banyak orang. Tulang dada saya sampai patah," katanya.
Gara-gara tulang dadanya yang patah itulah, Maman menanggung sakit berbulan-bulan. Akan tetapi, bukannya insaf,