Pilgub Jabar
Tjetje H Padmadinata Merasa Kasihan dengan Semua Cagub Jabar Saat Ini, Berikut Alasannya
Tokoh dan politikus Jawa Barat, Tjetje Hidayat Padmadinata mengaku prihatin dengan kondisi politik di Jawa Barat.
Penulis: Theofilus Richard | Editor: Dedy Herdiana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Theofilus Richard
TRIBUNJABAR.CO.ID, BANDUNG – Tokoh dan politikus Jawa Barat, Tjetje Hidayat Padmadinata mengaku prihatin dengan kondisi politik di Jawa Barat.
Ia merasa kasihan dengan figur-figur yang digadang-gadang menjadi Calon Gubernur Jawa Barat 2018.
“Saya kasihan dengan orang yang berminat jadi Gubernur Jawa Barat hari ini, yang menentukan siapa ?” ujarnya kepada wartawan ketika ditemui di sebuah rumah makan di Jalan Trunojoyo, Bandung, Selasa (26/12/2017).
Ia berkaca pada fenomena, belum mantapnya partai memilih sosok yang didukung pada Pilgub Jawa Barat 2018.
Baca: Waspada Melewati Tanjakan Naga Punclut pada Malam Hari, Gelap Gulita Tak Ada Penerangan Jalan
Saat ini, kata Tjetje H. Padmadinata, Ridwan Kamil dan Deddy Mizwar belum memiliki dukungan pasti.
“Misalnya Deddy Mizwar hari ini, koalisi pengusung siapa belum pasti, Ridwan Kamil yang pasti pengusungnya siapa, ngga bisa dipegang. Sudrajat, yang sudah pasti Gerindra, yang lainnya? Menurut saya udah ngga bisa dipegang,” kata Tjetje.
Menurut dia, fenomena ini juga berkaitan dengan mental bawahan di tubuh partai politik yang sempat ia ucapkan.
Siapa Bojan Malisic? Pemain Baru Persib yang Didatangkan dari Klub Hong Kong https://t.co/MPEVV5GwfW via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) December 26, 2017
Seharusnya, orang yang menentukan figur untuk diusung pada Pilgub Jawa Barat adalah pengurus partai di Jawa Barat, bukan di tingkat pusat.
Sedangkan saat ini, semua keputusan pencalonan digantungkan di DPP (Dewan Pengurus Pusat).
“Serba sulit diambil kepastian siapa yang mengusung, (peta politik) berubah-ubah. Pegangannya apa, saya ngga tahu. Kepada hampir semua cagub, Anda adalah korban percaturan politik,” ujarnya.
Ia juga membandingkan dengan era tahun 1950-an hingga 1970-an ketika ia masih aktif berpolitik.
“Dulu aspirasi politik orang Bandung, sebagai ibu kota provinsi sangat dihormati oleh Jakarta (Pengurus DPP). Kalau sekarang sistemnya, jangankan gubernur, wali kota, bupati ditentukan Jakarta. Tidak ada rumusnya di jaman saya,” ujarnya.