Infografis

Daftar Provinsi dengan Tingkat Kemiskinan Tertinggi di Indonesia Versi BPS, Jawa Barat Aman?

Berikut ini adalah daftar provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia lengkap, termasuk provinsi Jawa Barat berikut respons Dedi Mulyadi

Penulis: Hilda Rubiah | Editor: Hilda Rubiah
Bps.go.id
TINGKAT KEMISKINAN: Tangkapan layar infografis jumlah dan presentase penduduk miskin menurut Pulau pada Maret 2025. - Berikut ini daftar provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia, lengkap termasuk Jawa Barat. Dedi Mulyadi punya pandangan sendiri soal kriteria kemiskinan di Jawa Barat. 

Meski turun tipis 0,06 persen dibanding September 2024, kualitas kemiskinan justru memburuk. 

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) naik dari 1,05 menjadi 1,17, sementara Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) naik dari 0,24 menjadi 0,29.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat backlog perumahan di Indonesia turun menjadi 9,6 juta rumah tangga, dari sebelumnya 9,9 juta rumah tangga pada 2024. Khusus di Jawa Barat, masih terdapat sekitar 2,1 juta rumah tangga yang belum memiliki rumah layak huni.

Dedi menuturkan, di sejumlah rumah petak yang sempit, ada keluarga dengan belasan hingga puluhan anak tinggal berdesakan.

“Ada orang tinggal di rumah petak anaknya 16, ada yang 11, bahkan ada 24. Anehnya, orang yang punya uang itu malah susah punya anak. Tapi orang miskin mudah sekali punya anak,” ucapnya.

Menurut Dedi, perbedaan ini mencerminkan ketimpangan pola hidup. Anak orang kaya kerap sulit makan hingga harus dipaksa, sementara anak orang miskin selalu lapar. 

“Hawa orang kaya kenyang terus, hawa orang miskin lapar terus. Itu yang saya lihat,” tambahnya.

Dedi menilai, cara negara mengatasi kemiskinan bukan sekadar meningkatkan pendapatan rakyat, melainkan mengurangi pengeluaran mereka. 

Pandangan itu ia sandarkan pada pengalaman pribadinya sebagai anak desa dari keluarga sederhana dengan sembilan bersaudara, yang tetap bisa sekolah hingga sarjana karena ibunya pandai mengatur belanja rumah tangga.

“Dulu yang penting ada beras dan garam, hidup sudah tenang. Sekarang, tidak punya kuota internet saja orang tidak tenang. Tidak bisa jalan-jalan juga tidak tenang. Ini problem baru,” katanya.

Dedi menyoroti perilaku kelas menengah bawah yang cenderung ingin meniru gaya hidup di atasnya, meski kemampuan ekonominya terbatas.

Akibatnya, mereka memilih berutang untuk memenuhi gaya hidup.

“Pejabat jangan ikut memamerkan hidup mewah di media sosial. Misalnya posting belanja di Singapura atau makan di restoran mahal. Walaupun pakai uang sendiri, itu menimbulkan obsesi dan jadi contoh buruk,” ucap Dedi.

Menurutnya, akses pendidikan menjadi kunci utama untuk memutus rantai kemiskinan. 

Karena itu, lanjut dia, sejak awal memimpin, ia memfokuskan pembangunan infrastruktur sekolah dari SD hingga SMK.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved