Program Rereongan Sapoe Sarebu
Bukan Kewajiban! Sekda Jabar Jelaskan Gerakan Rereongan Rp1.000 hanya untuk Warga yang Mampu
Herman pun memastikan tidak ada sanksi apapun bagi yang tidak ikut dalam gerakan ini.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Ravianto
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang dikeluarkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menjadi upaya Pemerintah agar masyarakat dapat menyelesaikan masalah sederhana di lingkungannya sendiri.
Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Herman Suryatman mengatakan, gerakan Poe Ibu yang dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Poe Ibu ini menjadi upaya untuk menggugah rasa gotong-royong warga Jabar.
“Budaya bangsa kita ini kan gotong royong, terus kesetiakawanan, kerelawanan sosial dan itu semua modal sosial yang harus dijaga,” ujar Herman, Sabtu (4/10/2025).
Dinamika kehidupan masyarakat di 27 Kabupaten/Kota di Jabar, kata Herman, sangat kompleks, terutama persoalan pendidikan dan kesehatan.
“Makanya pada saat dibuka layanan pengaduan di Lembur Pakuan Subang, dari mana-mana datang, bukan hanya dari Jabar, ada dari luar Jabar, kasian."
"Padahal yang dibutuhkan hanya Rp1 juta misalnya, untuk membantu tunggu yang sakit,” katanya.
Baca juga: Dedi Mulyadi Luncurkan Proyek Rereongan Sapoe Sarebu: PNS dan Masyarakat Iuran Rp 1.000/Hari
Sehingga, kata Herman, gerakan Poe Ibu ini difokuskan untuk membantu masalah pendidikan dan kesehatan dalam skala terbatas yang sebetulnya bisa diselesaikan oleh masyarakat sendiri.
“Jangan sampai, masyarakat ada kesulitan kecil, harus ke Lembur Pakuan, harus ke Provinsi, padahal bisa diselesaikan di lingkungannya,” katanya.
Herman mencontohkan, persoalan pendidikan dan kesehatan dalam skala terbatas yang dimaksudnya adalah, misalnya siswa tidak memiliki seragam sekolah atau warga sakit, tapi keluarganya tidak punya bekal untuk menunggu di Rumah Sakit (RS).
“Itu kan kebutuhannya terbatas banget, dan itu bisa diselesaikan dari, oleh dan untuk masyarakat. Oleh karena itu, Pak Gubernur tempo hari mengeluarkan surat edaran tentang gerakan rereongan Poe Ibu,” katanya.
Gerakan ini, kata Herman, ruang lingkupnya akan dimulai dari jajaran Pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dan instansi lain untuk aparatur negara.
Kedua, untuk sekolah, baik sekolah menengah maupun sekolah dasar di Jawa Barat dan ketiga untuk masyarakat luas.
“Konsepnya ini kan dari, oleh dan untuk masyarakat. Jadi, silakan membuat rekening sendiri, misalnya di sekolah SMA 3, silakan bikin rekening sendiri, dikelola sendiri, disalurkan sendiri, kemudian nanti dilaporkan bisa ke Medsos. Sehingga betul-betul akuntabel, transparan,” ucapnya.
Persoalan berat kaitan dengan Pendidikan dan Kesehatan, tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah.
“Kita kan ada Puskesmas, ada institusi sekolah.
Tapi kalau yang sederhana, kami harapkan dari, oleh dan untuk masyarakat sembari lebih jauhnya menjaga gotong-royong,” katanya.
Herman mencontohkan, ketika sebuah RW sudah mengumpulkan Rp1 juta dari gerakan Poe Ibu dan ada warganya yang membutuhkan, bisa langsung disalurkan tanpa melalui mekanisme yang kaku.
“Langsung disalurkan saja, tentu kepada warga yang tidak mampu. Kalau ternyata dana nya belum terkumpul, bisa menyampaikan ke Desa, atau bisa dari RW tetangganya,” ucapnya.
Gerakan Poe Ibu ini, sebenarnya memiliki potensi ekonomi yang sangat besar.
Jika dihitung berdasarkan jumlah penduduk Jawa Barat sekitar 50 juta jiwa dengan rata-rata 4 anggota keluarga per Kepala Keluarga (KK), maka akan terkumpul uang Rp12,5 per hari, dengan tingkat partisipasi 100 persen.
Dikatakan Herman, gerakan ini sifatnya imbauan dan hanya untuk yang mampu. Pengecualian terhadap ASN karena dianggap mampu dengan upah minimum yang sudah ditetapkan Pemerintah.
“Rereongan Sapoe Sarebu itu bagi yang mampu, yang tidak mampu menjadi pihak yang akan dibantunya. Kalau ASN kan pasti mampu ya,” katanya.
“Jadi tidak serta-merta seperti hitungan tadi yang mampu ada berapa, ini kan imbauan ya,” katanya.
Herman pun memastikan tidak ada sanksi apapun bagi yang tidak ikut dalam gerakan ini.
“Kalau ini kan sekali lagi imbauan ya, bukan kewajiban, kalau masyarakatnya tidak mampu ya jangan,” ucapnya.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.