Dedi Mulyadi Bongkar 2 Ciri Utama Kemiskinan di Jabar: Hawa Orang Miskin Lapar Terus

Menurut KDM, dua ciri utama yang ia temukan di lapangan adalah banyaknya anak dalam satu keluarga serta ketiadaan rumah yang layak huni.

Penulis: Nappisah | Editor: Seli Andina Miranti
Tribun Priangan/Jaenal Abidin
BERI KETERANGAN - Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, memberikan keterangan. Bagi Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, kemiskinan tercermin bukan semata dari penghasilan yang minim, melainkan dari kondisi keluarga miskin yang tak mampu memiliki rumah layak. 

Dedi menyoroti perilaku kelas menengah bawah yang cenderung ingin meniru gaya hidup di atasnya, meski kemampuan ekonominya terbatas.

 Akibatnya, mereka memilih berutang untuk memenuhi gaya hidup.

“Pejabat jangan ikut memamerkan hidup mewah di media sosial. Misalnya posting belanja di Singapura atau makan di restoran mahal. Walaupun pakai uang sendiri, itu menimbulkan obsesi dan jadi contoh buruk,” ucap Dedi.

Menurutnya, akses pendidikan menjadi kunci utama untuk memutus rantai kemiskinan

Karena itu, lanjut dia, sejak awal memimpin, ia memfokuskan pembangunan infrastruktur sekolah dari SD hingga SMK.

Namun, Dedi juga menilai pentingnya menekan biaya tidak langsung pendidikan. 

“Yang mahal itu bukan SPP, tapi jajan, model, outing class, dan studi tour,” katanya. 

Ia bahkan melarang sekolah-sekolah di Jabar menggelar studi tour demi meringankan beban orang tua.

Dedi mengatakan, salah satu hal yang harus ditanamkan tradisi menabung sejak dini. 

Dengan begitu, anak-anak mempunyai kebiasaan untuk menyisihkan sebagian uang jajannya. 

Baca juga: Janji Dedi Mulyadi: Pemprov Jabar Siap Bangun 25 Rumah Panggung untuk Korban Banjir Karangligar

“Semiskin-miskinnya anak Jawa Barat, jajannya masih Rp5.000 sampai Rp10.000 per hari. Separuhnya bisa dipakai untuk investasi,” kata Dedi.

Ia juga meminta sekolah memulai kegiatan lebih pagi, pukul 06.30, agar anak terbiasa bangun lebih awal dan mengurangi kebiasaan nongkrong malam yang hanya menguras uang.

“Kalau jam 8 malam sudah tidur, mereka tidak nongkrong sampai jam 10 malam. Itu hemat. Pola hidupnya bisa berubah,” ujarnya.

Dedi menilai, tradisi memasak di rumah harus dihidupkan kembali karena menjadi kunci kesejahteraan keluarga miskin. 

Ia bahkan menyebut, tradisi ini berkaitan erat dengan layanan dasar lain seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan.

“Kalau keluarga memasak di rumah, pengeluaran bisa ditekan. Dari situ kesejahteraan terbentuk," ucap Dedi. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved