Kanwil Kemenkum Jabar Simak Pembahasan Pembentukan Satgas Pengawasan PNBP Layanan Jaminan Fidusia

Kanwil Kemenkum Jabar melalui Zoom Meeting mengikuti kegiatan Pembahasan Pembentukan Satgas Pengawasan PNBP (Jumat, 14/11/2025).

Istimewa
KEMENKUM JABAR - Kanwil Kemenkum Jabar melalui Zoom Meeting mengikuti kegiatan Pembahasan Pembentukan Satgas Pengawasan PNBP (Jumat, 14/11/2025). 

TRIBUNJABAR.ID - Bandung - Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Barat (Kanwil Kemenkum Jabar) pada hari ini mengikuti jalannya kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Data serta Pembahasan Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan PNBP pada Layanan Jaminan Fidusia yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) yang diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting (Jumat, 14/11/2025).

Dari masing - masing tempat kerja, Kepala Kantor Wilayah Asep Sutandar, Kepala Divisi Pelayanan Hukum Hemawati BR Pandia, Kepala Bidang Pelayanan AHU Ave Maria Sihombing dan pegawai Bidang AHU Kanwil Jabar mengikuti forum diskusi daring yang menghadirkan narasumber dari Ditjen AHU dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di sini dibahas secara komprehensif hasil pemeriksaan, temuan data, serta rencana pembentukan Satgas Pengawasan PNBP Jaminan Fidusia.

Pembahasan diawali dengan pemaparan sejumlah temuan dan permasalahan utama. Salah satu isu paling menonjol adalah adanya selisih signifikan antara jumlah entri data yang dilaporkan oleh OJK, yaitu sekitar 42 juta entri, dengan data Ditjen AHU yang hanya sekitar 7 juta entri. Ketidaksinkronan ini menunjukkan adanya potensi pengurangan penerimaan PNBP dan ketidakpatuhan pelaporan.

Selain itu, hasil pemeriksaan BPK mengungkap adanya kerugian terkait PNBP, antara lain jumlah terverifikasi sekitar Rp20 miliar, serta potensi kerugian lebih besar dari entri yang belum dapat diklarifikasi. Di lapangan juga ditemukan sejumlah praktik bermasalah, seperti penundaan pendaftaran (surat kuasa disimpan), jaminan ganda, transaksi menggunakan STNK tanpa BPKB, keberadaan kolektor ilegal, pemalsuan dokumen, hingga ketidakteraturan penghapusan sertifikat ketika perjanjian pembiayaan telah selesai.

Analisis penyebab menunjukkan bahwa ketidaksesuaian ini dipengaruhi berbagai faktor. Di antaranya perbedaan definisi dan ruang lingkup pelaporan antara OJK dan Ditjen AHU, terutama terkait pendaftaran maupun perubahan dan perjanjian turunannya.

Perbedaan format dan elemen data seperti nomor sertifikat, nomor akta, nomor rangka/mesin, dan nama notaris juga menyebabkan data sulit dipadankan secara otomatis. Selain itu, munculnya produk pembiayaan baru, seperti BNPL dan pembiayaan melalui marketplace, serta mekanisme konsolidasi dan sindikasi, turut memengaruhi cara pelaporan sehingga memperbesar potensi ketidaksinkronan.

Dari paparan dan diskusi, beberapa rekomendasi strategis dihasilkan. Pertama, pembentukan Satgas Pengawasan PNBP Jaminan Fidusia di tingkat pusat dan wilayah dianggap penting untuk memperkuat koordinasi, pemadanan data, penegakan kepatuhan, sosialisasi, monitoring, hingga penerbitan rekomendasi sanksi. Satgas diharapkan dapat menjadi pusat kendali dalam integrasi data lintas lembaga.

Rekomendasi lainnya meliputi perlunya standarisasi elemen data wajib yang harus dipertukarkan, seperti nomor sertifikat fidusia, nomor akta, nama notaris, nomor rangka atau mesin untuk kendaraan bermotor, identitas para pihak, serta kode atau izin perusahaan pembiayaan.

Penyusunan PKS/MoU dan petunjuk teknis pertukaran data antara Ditjen AHU, OJK, dan asosiasi juga disarankan, termasuk penetapan format kolom, frekuensi pelaporan, validasi data, hingga mekanisme pembekuan akun bagi perusahaan yang izinnya telah dicabut.

Selain itu dilakukan juga cleansing dan pemadanan data pada periode 2019–2024 antara data akta notaris, sertifikat pendaftaran, dan laporan OJK, dengan prioritas pada data yang relevan dengan hasil pemeriksaan.

Perusahaan pembiayaan juga akan dimintakan klarifikasi resmi atas status pendaftaran fidusia mereka dalam jangka waktu tertentu dan akan dikenakan tindak lanjut administratif bila tidak kooperatif. Mekanisme penegakan hukum terkait pemalsuan dokumen, kolektor ilegal, dan pelanggaran pelaporan juga perlu diperkuat melalui sinergi dengan Polri, Kejaksaan, OJK, dan Inspektorat.

Dalam kerangka pelaksanaan di daerah, Kanwil Kemenkum memiliki sejumlah peran operasional. Kanwil menjadi penghubung pelaksanaan kebijakan pusat, khususnya dalam pengumpulan data dari MPD, rekapitulasi wilayah, serta klarifikasi terhadap perusahaan pembiayaan yang beroperasi di wilayah kewenangan.

Kanwil juga bertugas mengawasi notaris agar seluruh akta jaminan fidusia dilaporkan lengkap dan sesuai format, menyusun laporan semesteran untuk disampaikan kepada Satgas Pusat dan Ditjen AHU, serta melaksanakan sosialisasi kepada notaris, lembaga pembiayaan, dan masyarakat mengenai kewajiban pendaftaran fidusia.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved